Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Memulangkan WNI Pendukung Islamic State?

Memulangkan WNI Pendukung Islamic State?
Ilustrasi (Dok. Okezone)
A
A
A

MUNCULNYA Islamic State (ISIS) di di Irak dan Suriah dan bagaimana mereka melakukan propaganda untuk menunjukkan bahwa mereka adalah negara yang aman dan nyaman bagi kaum muslimin telah menarik ratusan warga negara Indonesia untuk pergi dan tinggal di wilayah yang dikuasai oleh ISIS. Ada tiga kategori propaganda yang dilakukan oleh ISIS dengan sasaran yang spesifik pula.

Yang pertama adalah “undangan” untuk berperang bersama-sama dengan ISIS melawan negara-negara maupun kekuatan-kekuatan yang dikategorikan sebagai kafir atau thogut. Disamping dalil-dalil ideologi dan teologi Islam yang dipakai sebagai pembenaran, ada insentif duniawi yang ditawarkanya yaitu gaji, properti maupun kepuasan-kepuasan seksual yang bisa diperoleh dari wanita dan anak-anak perempuan yang dijadikans ebagai budak seks. Undangan ini dikhususkan bagi orang-orang yang punya kemampuan tempur. Mereka ini dijadikan sebagai kombatan bagi ISIS di medan tempur.

Yang keduaa dalah “undangan” bagi anak-anak muda yang belum pernah merasakan perang dan tidak punya kemampuan tempur tapi tertarik dengan narasi-narasi maskulin dan ingin merasakan bagaimana maskulinnya memegangsenjata asli di medan perang. Propaganda ini ditujukan khusus bagi pemuda/pemudi yang merasa tidak mendapat tempat di negara asalnya, yang dimarjinalisasi oleh sistem di negaranya, dan suaranya tidak didengar.

Ilustrasi

Yang ketiga adalah “promosi” akan kehidupan modern dan gratis tapi Islami di wilayah yang dikuasai oleh ISIS. Promosi ini ditujukan bagi keluarga-keluarga yang ingin tinggal di daerah dengan pemerintahan Islam yang total dan dijamin hak-hak hidupnya oleh pemerintah yang berdasarkan pada syariat Islam.

Dari tiga propaganda di atas, lebih dari 1.000 warga negara Indonesia (WNI) memutuskan untuk pergi dan bergabungdengan ISIS. Ada sebagian kecil yang bergabung dengan ISIS di Irak dan Suriah karena mereka memang sudah punya kemampuan tempur saat bergabung dengan kelompok-kelompok terror di Indonesia. Tetapi, sebagian besar WNI lainnya pergi ke sana karena propaganda ketiga yang dibuat oleh ISIS. Mereka datang dari berbagai latarbelakang demografi yang berbeda-beda pula.

Saat ini, wilayah yang pernah dikuasai oleh ISIS sudah hampir berhasil direbut kembali oleh Irak maupun oleh Suriah seiring dengan hancurnya ISIS sebagai sebuah kekuatan militer. Belasan ribu kombatan ISIS tewas seiring dengan hancurnya ISIS. Akan tetapi, masih banyak sekali keluarga-keluarga pendukung ISIS yang masih hidup dan sekarang berada di kamp-kamp pengungsian yang diurus oleh pemerintah Irak maupun pemerintah sementara Kurdi di sebelah utara Suriah.

Ilustrasi

Hasil liputan investigasi Tempo terbaru di Irak dan Suriah menunjukan bahwa masih ada ratusan orang Indonesia pendukung ISIS yang berada di kamp-kamp di perbatasan Irak dan Suriah. Mereka yang dulunya ingin tinggal di dalam pemerintahan Islami buatan ISIS sekarang hidup sengsara di kamp-kamp pengungsian dan berniat untuk kembali ke kehidupan mereka sebelumnya di Indonesia.

Di Indonesia sendiri terjadi penolakan yang cukup keras terhadap hal ini. Banyak suara-suara masyarakat Indonesia yang menolak para WNI inidifasilitasi oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk dipulangkan ke Indonesia. Selain karena alasan keamanan negara, WNI pendukung ISIS ini dianggap sudah secara sadar menyatakan bergabung dengan ISIS, bahkan ada yang sudah membakar passpor mereka sehingga bisa dianggap sudah menghilangkan kewarganegaraan Indonesia yang mereka miliki. Tentu sikap penolakan ini adalah hal yang wajar karena warga negara Indonesia sudahber kali-kali melihat jatuhnya korban jiwa akibat serangan terror yang dilakukan oleh kelompok teror yang berafiliasidengan ISIS di Indonesia.

Sikap Pemerintah Indonesia

Sikap pemerintah Indonesia tentu harus sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku tentang kewarganegaraan Indonesia, dengan mengedepankan unsur keamanan nasional. Aturan kewarganegaraan Indonesia diatur dalam UU 12 tahun 2006. Menurut pasal 23, ada 9 kondisi yang bisa menyebabkan seseorang kehilangan kewarganegaraan Indonesia, antara lain: seorang WNI memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauan sendiri, atau masuk kedinas ketentaraan negara asing atau sudah tinggal di luar wilayah Indonesia selama 5 tahun terus-menerus dan dengan sadar tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi WNI.

Dari aturan perundang-undangan ini, jelas bahwa WNI yang sudah tinggal di wilayah yang dulunya dikuasai oleh ISIS itu tidak bisa kehilangan kewarganegaraannya, dan juga pemerintah Indonesia tidak diperbolehkan untuk mencabut kewarganegaraan WNI pendukung ISIS yang sudah berhijrah dengan bergabung dengan ISIS di di Irak dan Suriah. Ada dua alasan mendasar dalam UU 12 tahun 2006 tersebut yang menjadi alasannya.

Yang pertama: Islamic State itu bukan negara dan tidak pernah diakui sebagai negara. Oleh karena itu maka WNI yang menyatakan dirinya sebagai pendukung Negara Islam Irak dan Suriah itu secara hukum masih tetap WNI.

Yang kedua: Pemerintah Indonesia tidak bisa membuat seseorang menjadi "tanpa kewarganegaraan" alias Stateless dengan mencabut status kewarganegaraan seorang WNI. Hal ini tertulis secara jelas di pasal 23 UU 12/2006 tersebut, dan sejalan dengan konvensi 1954 dan konvensi 1961 UNHCR tentang pencegahan statelessness, di mana Indonesia turut meratifikasinya.

Dengan demikian maka pilihan untuk mencabut kewarganegaraan WNI pendukung ISIS di Irak dan Suriah saatini, tidak ada! Mereka masih tetap WNI dan oleh karena itu maka pemerintah diharuskan memberi perlindungan konsuler kepada mereka, termasuk memulangkan mereka karena mereka tidak bisa dijadikan beban bagi negara lain, khususnya Irak.

Ilustrasi

Pemerintah Indonesia sendiri pernah memulangkan WNI dari Irak dan Suriah. Di masa awal ISIS itu muncul, ada 'kepentingan' pemerintah Indonesia untuk memetakan apa yang terjadi di dalam wilayah ISIS. Karena sulitnya melakukan penetrasi ke dalam wilayah ISIS demi pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) alias Intelligence Gathering saat itu sehingga saat ada WNI yang kabur ke luar dari wilayah ISIS maka informasi yang mereka punya menjadi bahan pengumpulan informasi intelijen berharga yang dibutuhkan oleh pemerintah Indonesia. Jadi pemulangan mereka di fase awal itu semata-mata demi pengumpulan informasi intelijen.

Sekarang, kebutuhan akan informasi intelijen bagi Pemerintah Indonesia tentang ISIS itu sudah tidak setinggi di tahun 2014-2016. Dengan demikian memulangkan para WNI penghianat itu kembali ke Indonesia dengan cepat adalah bukan menjadi prioritas lagi bagi pemerintah Indonesia lagi. Jadi, aturan tentang kewarganegaraan Indonesia memang memandatkan Pemerintah Indonesia untuk memberi pelayanan konsuler dan perlindungan kepada WNI luar negeri, termasuk WNI pendukung ISIS tersebut, tapi aturan tidak menentukan kapan pelayanan tersebut harus dilakukan. Dengan demikian, maka pemerintah Indonesia tidak perlu terburu-buru untuk memulangkan mereka.

Pilihan jangka panjang adalah dengan melakukan perubahan terhadap UU Kewarganegaraan dengan memasukan unsur non-state actor, termasuk unsur organisasi teroris di dalamnya, sehingga orang yang bergabung dengan organisasi teroris di luar negeri atau dengan non-state actors maka bisa kehilangan kewarganegaraannya. Perubahan aturan tentang kehilangan kewarganegaraan Indonesia juga akan bisa menjadi deterensi bagi WNI yang ingin bergabung dengan non-state actors atau kelompok teroris yang berada di luar negeri.

Alto Labetubun, ST, MIS.

Analis konflik dan konsultan keamanan

(Angkasa Yudhistira)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement