JAKARTA - Nama Prof Dr Sardjito disematkan oleh Presiden Joko Widodo sebagai pahlawan nasional pada Jumat 8 November 2019 di Istana Negara, Jakarta, bersama kelima tokoh lainnya.
Ada lima tokoh lain yang juga mendapat gelar pahlawan nasional di antaranya Abdul Kahar Mudzakkir, AA Maramis, dan KH Masykur, tiga tokoh yang belum menerima gelar pahlawan dari anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Kemudian ada, Rohana Kudus yang merupakan jurnalis dan Sultan Himayatuddin dari Kesultanan Buton, Sulawesi Tenggara.
Baca Juga: Sultan Buton, Pimpinan Perang Gerilya Diberi Gelar Pahlawan Nasional
Dr Sardjito merupakan sosok yang paling berjasa bagi bidang pendidikan khususnya kedokteran dan bidang kesehatan.
Pria kelahiran 13 Agustus 1889 di Purwodadi, Magelang, Jawa Barat itu menyelesaikan pendidikan formalnya di Sekolah Belanda Lumajang pada tahun 1907. Setelah itu, melanjutkan pendidikan di School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA), Jakarta dan lulus pada tahun 1915.
Usai lulus dari STOVIA, ia bekerja di Rumah Sakit Jakarta sebagai dokter selama kurang dari satu tahun dan memutuskan pindah ke Institut Pasteur Bandung hingga tahun 1920 sebagai peneliti.
Sebagai seorang peneliti, Sardjito telah menemukan penemuan-penemuan yang bermanfaat bagi masyarakat di antaranya obat penyakit batu ginjal dan obat penurun kolesterol yang tidak dijual mahal karena obat itu dibuat untuk masyarakat.
Ia juga menciptakan vaksin penyakit infeksi untuk typus, kolera, disentri, staflokoken dan streptokoken di Institut Pasteur. Saat itu vaksin menjadi aset penting dalam revolusi fisik, Dr. Sardjito yang berusaha menyelamatkan vaksin cacar dari peristiwa Bandung Lautan Api.
Sardjito memasukkan vaksin cacar ke dalam tubuh kerbau dan hewan itu digiring dari Bandung hingga ke Klaten. Sesampainya di tempat tujuan, kerbau disembelih dan limpanya diambil untuk mendapatkan vaksin cacar. Vaksin itu menyelamatkan para tentara dan masyarakat dari berbagai penyakit.
Selain itu pada masa revolusi, Sardjito menciptakan makanan ransum bernama Biskuit Sardjito untuk para tentara pelajar di medan perang.