Ia menerangkan, perempuan peladang adalah ujung tombak pemenuhan pangan. Mereka juga menjadi simbol keberlangsungan budaya leluhur. Di tangan perempuan peladanglah sumber air dipertaruhkan.
Sayangnya, kata dia, keberadaan perempuan peladang belum ditempatkan pada proporsi sebagaimana mestinya.
"Mereka tidak dianggap. Bahkan di BPS data yang masuk hanya mereka yang laki-laki yang terdata. Jika ada bantuan, penerima manfaat pun hanya kaum laki-laki, sementara kaum perempuan terkesan luput dari hal itu. Padahal kenyataan di lapangan, 70 persen dikerjakan oleh perempuan," tuturnya.
Sebagai wujud kepedulian serta konsentrasi memperjuangkan kesejahteraan perempuan peladang, AJI Pontianak mengajak semua pihak untuk peduli. "AJI akan terus menyuarakan hak perempuan peladang, karena mereka adalah pejuang kehidupan," tutupnya.
(Hantoro)