Arsitek kolonial Belanda betul-betul mempersiapkan bangunan berlantai tiga itu secara matang. Agar dapat bertahan lama terhadap gempuran badai laut tropis yang mengandung garam.
Tembok sekeliling gudang sangatvtebal, tiang-tiag penyangga langit-langitnya pun kokoh. Menggunakan kayu ulin (kayu besi) berukuran besar sehingga tak gampang keropos dari gangguan cuaca mau pun rayap. Tiang-tiang penyangga itu berjajar ditiap lantai ruangan yang luas lagi lebar.
Bayangkan, sejak gudang itu dibangun hingga sekarang, tiang penyangganya masih kokoh. Udara ruangan pun tetap terjaga. Dengan demikian rempah-rempah yang tersimpan dvisitu bisa bertahan lama tak gampang membusuk.
Rancangan teknis pengaturan sirkulasi udara menjadikan seluruh ruangan terasa sejuk. Sehingga rempah-rempah itu tetap segar sebelum dikirim keberbagai tempat nan jauh.
Pengaturan sirkulasi udara itu diupayakan dengan menempatkan puluhan jendela berukuran besar pada tiap ruangan. Bahkan, jendela-jendela lebar itu selalu terbuka siang dan malam sepanjang masa.
Ruangan museum terdiri dari ruang Masyarakat Nelayan Indonesia. Koleksi yang dipamerkan: miniatur kapal dan peralatan kenelayanan. Ruang Teknologi Menangkap Ikan. Koleksi yang dipamerkan: pancing, bubu, dan jaring. Ruang Teknologi Pembuatan Kapal Tradisional dengan koleksi yang dipamerkan: teknologi dan sentra pembuatan kapal.
Ruang Biota Laut dengan koleksi yang dipamerkan: aneka jenis ikan, kerang, tumbuhan laut, dan dugong. Ruang Pelabuhan Jakarta 1800-2000 (Pusat Perdagangan Dunia) dengan koleksi yang dipamerkan: artefak-artefak yang berhubungan dengan kesejarahan pelabuhan di Jakarta pada rentang tersebut, termasuk meriam, keramik, dan benteng.
Ruang Navigasi dengan koleksi yang dipamerkan: kompas, teleskop, dan sejumlah alat bantu navigasi. Pelayaran Kapal Uap Indonesia-Eropa dengan koleksi yang dipamerkan: foto-foto dokumentasi mengenai pelayaran kapal uap pertama dari Eropa ke Asia.
(Fakhrizal Fakhri )