Laporan itu juga menyertakan daftar hitam yang bertujuan membuat malu pihak-pihak yang berkonflik, dengan harapan mendorong mereka agar menerapkan aturan perlindungan terhadap anak. Daftar itu telah lama menjadi kontroversial, dengan para diplomat mengatakan Arab Saudi dan Israel keduanya dalam beberapa tahun terakhir memberikan tekanan dalam upaya untuk tidak terseret ke dalam daftar tersebut.
Israel tidak pernah terdaftar, sementara koalisi militer pimpinan Saudi dicoret dari daftar tersebut pada 2020, beberapa tahun setelah pihaknya pertama kali ditandai dan dipermalukan karena membunuh dan melukai anak-anak di Yaman.
Dalam upaya meredam kontroversi seputar laporan tersebut, daftar hitam yang dirilis oleh Guterres pada 2017 akhirnya dibagi menjadi dua kategori. Daftar pertama untuk pihak yang telah menerapkan perlindungan terhadap anak dan satu daftar lagi untuk yang tidak.
(Baca juga: Korea Utara Bantah Pernyataan Siap Dialog dan Konfrontasi dengan AS)
Terdapat sejumlah perubahan signifikan dalam daftar yang dirilis pada Senin (21/6) tersebut. Satu-satunya pihak negara yang tercantum di daftar karena tidak menerapkan langkah tersebut adalah militer Myanmar - atas pembunuhan, pencederaan dan kekerasan seksual terhadap anak-anak - dan pasukan pemerintah Suriah - atas perekrutan anak-anak, pembunuhan, pencederaan dan kekerasan seksual terhadap anak serta serangan terhadap sekolah dan rumah sakit.
(Susi Susanti)