Sesampainya di Tlatah Blambangan, Damar Wulan hampir saja kalah dengan Minak Jinggo. Namun, atas pertolongan selir kembar dari Adipati Blumbung yang bernama Waito dan Puyengan hingga akhirnya Minak Jinggo mampu dikalahkan. Hanya saja, selir kembar tersebut meminta syarat kepada Damarwulan untuk menikahinya.
Maka sebagai bukti atas kemenangannya, maka Damarwulan membawa kepala Minak Jinggo sebagai persembahan kepada Putri Kencono Wungu. Maka hingga saat ini di desa Unggahan, kecamatan Trowulan ada petilasan Minak Jinggo.
Seketika itu Raden Damar Wulan jumeneng menjadi raja Majapahit bergelar Brawijaya V didampingi permaisuri Kencono Wungu.
Dalam perjalanannya Raden Damar Wulan mengambil seorang selir dari negara Campa bernama Putri Campa atau Putri Dwara Wati.
Putri Dwara Wati mempunyai keponakan dari negara campa bernama Raden Rahmat yang kemudian dipanggil ke Majapahit dan sekaligus diambil menantu oleh Brawijaya V dan setelah itu diberi tanah perdikah di Ujung Galuh (Surabaya).
Di akhir pemerintahan Damar Wulan juga mempunyai seorang selir dari negara China bernama Putri Kian atau Shio. Pada saat hamil tua diserahkan kepada Adipati Arya Dhamar di Palembang.
Kemudian lahirlah seorang putra bernama Raden Patah. Cikal bakal berdirinya kerajaan kesultanan Islam pertama di Jawa, di Demak Bintoro.
Meski beberapa kali dilakukan penggalian terhadap candi yang memiliki luas lahan sekitar 1,5 hektar ini, tetapi sampai saat ini belum juga dilakukan pemugaran.
Tak seperti candi-candi peninggalan Kerajaan Majapahit lainnya, Candi Minakjinggo memiliki ciri sendiri dalam bahan bangunannya.
Jika kebanyakan candi-candi peninggalan Majapahit terdiri dari satu bahan saja, apakah batu bata atau batu andesit, beda dengan Candi Minakjinggo, bahan bangunan merupakan rangkaian dari batu andesit dan batu bata.