JAKARTA - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mengatakan pihaknya bersama kementerian/lembaga terkait, tengah berupaya melakukan penyempurnaan dan pengembangan lanjut Sistem Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami (InaTEWS).
Hal ini menjadi krusial usai fenomena tsunami nontektonik yang terjadi beberapa kali di Indonesia akhir-akhir ini. Meskipun, berdasarkan pencatatan BMKG, lebih dari 90% tsunami diakibatkan oleh fenomena tektonik atau kegempaan karenanya sistem Peringatan Dini yang terbangun dan beroperasi saat ini masih terbatas untuk Peringatan Dini Tsunami Tektonik yang dibangkitkan oleh gempa bumi saja.
“Tsunami di Pandeglang, Selat Sunda, Banten yang terjadi tahun 2018 lalu adalah salah satu contoh tsunami nontektonik. Yang terjadi akibat longsor lereng gunung ke laut, yang dipicu erupsi Gunung Api Anak Krakatau, bukan karena gempa bumi," kata dia dalam keterangannya, Minggu (19/9/2021).
"Terbaru, adalah saat terjadinya gempa bumi magnitudo 6,1 di Pulau Seram Maluku Tengah, 16 Juni lalu yang juga mengakibatkan longsor lereng pantai sehingga berdampak tsunami dengan kenaikan muka air laut sekitar 50 cm," imbuhnya.
Baca juga: Curah Hujan Lebat, BMKG Minta 19 Daerah Ini Waspadai Banjir Bandang
Menurut dia, pada umumnya gempa bumi dengan magnitudo 6.1 di laut dekat pantai belum mampu membangkitkan tsunami, namun ternyata mampu mengakibatkan longsor pantai ke laut pada lereng pantai dengan bathimetri curam, dan akhirnya memicu tsunami kecil.
Dwikorita menjelaskan, penyempurnaan dan inovasi yang dilakukan BMKG dalam Sistem Peringatan Dini Tsunami menjadi sebuah keharusan mengingat beberapa wilayah di Indonesia juga memiliki potensi kejadian serupa.
Baca juga: Gempa M4,8 Guncang Sukabumi, BMKG: Akibat Aktivitas Subduksi Megathrust