SOLO – Menjelang musyawarah sesepuh Pura Mangkunegaran untuk memilih Adipati Pura Mangkunegaran atau Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegoro X muncul nama Kanjeng Raden Mas Haryo ( KRMH) Roy Rahajasa Yamin cucu Mangkunegoro VIII.
Munculnya nama baru Roy Yamin, cucu Mangkunegoro VIII itu membuat bursa pemilihan Mangkunegoro X yang sebelumnya hanya ada dua nama yakni Gusti Pangeran Haryo (GPH) Paundrakarna Jiwa Suryanegara dan GPH Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo menjadi memanas.
Sejumlah abdi dalem dan kerabat Mangkunegaran berspekulasi kemungkinan bisa saja skenario awal hanya ada dua pilihan Gusti Paundra atau Gusti Bhre yang kelak menjadi penguasa Pura Mangkunegaran berubah dengan kemunculan cucu Mangkunegoro VIII KRMH Roy Rahajasa Yamin yang dikenal sebagai owner sejumlah perusahaan yang bergerak dalam bisnis digital.
Menurut rencana siapa figur Mangkunegoro X, bakal diumumkam saat genap 100 hari setelah wafatnya Mangkunegoro IX pada 13 Agustus 2021 lalu. Beberapa nara sumber KRjogja.com diantaranya Tunjung W Sutirta sejarawan dari UNS Solo dan Pegiat Sejarah dan Budaya Solo Raya, Surojo secara terpisah, Sabtu 25 September 2021, mengatakan sebelumnya memang mencuat hanya ada dua nama calon penerus Mangkunegoro IX yakni Gusti Pangeran Haryo (GPH) Paundrakarna Jiwa Suryanegara dan GPH Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo.
Paundra Jiwa Suryanegara adalah putra Mangkunegoro IX dengan putri Bung Karno yang merupakan istri pertama Mangkunegoro IX, Sukmawati Soekarnoputri. Sedang GPH Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo putra Mangkunegoro IX dengan prameswari GKP Prisca Marina Mangkunegoro IX.
Baca Juga : Viral Pensiunan Polisi Jadi Manusia Silver, Kapolda Jateng Salurkan Bantuan
Menurut Tunjung W Sutirto para sesepuh di Pura Mangkunegaran sebagai keluarga inti didalam menentukan suksesi harus juga mendengar dari sisi eksternal. “Karena, Mangkunegaran itu wilayah budaya sehingga untuk keperluan sinergitas didalam pelestarian budaya perlu mendengar saran dari pihak eksternal. Pihak eksternal itu adalah dari Catur Sagotra (Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogya dan Pakualaman Yogya),” ujar sejarawan dari UNS itu.
Mengapa itu dilakukan? Menurut Tunjung karena konsep Catur Sagotra itu adalah kesatuan genealogis mereka bahwa garisnya adalah dinasti Mataram. “Sehingga, sangat baik jika untuk suksesi di Mangkunegaran itu mendengar dari keluarga Catur Sagotra itu. Soal keputusan itu otonom keluarga Mangkunegaran memang semestinya. Persoalannya, adalah tidak ada fakta bahwa mendiang Mangkunegara IX meninggalkan wasiat tentang suksesi,” ujar Tunjung.