JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa Ketua DPD Nasdem Probolinggo, Achmad Rifa'i dalam kasus suap jual beli jabatan, gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait seleksi jabatan dilingkungan pemerintah Kabupaten Probolinggo tahun 2021.
(Baca juga: KPK Selisik Pemberian Gratifikasi dari ASN ke Bupati Probolinggo dan Suami)
Rifa'i bakal diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Puput Tantriana Sari (PTS) yang merupakan Bupati Probolinggo.
"Hari ini (15/10) pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi terkait seleksi jabatan dilingkungan pemerintah Kabupaten Probolinggo tahun 2021, dugaan gratifikasi dan TPPU untuk tersangka PTS," ujar Pelaksana tugas (Plt) Juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (15/10/2021).
Selain memanggil Rifa'i tim penyidik juga memanggil belasan saksi lainnya. Mereka yakni Alwi pihak Swasta, dua orang PNS yaitu Suharto dan Torok Hariyanto, I Ketut Kariana seorang Notaris, Kabid Perikanan Tangkap Dinas Perikanan Pemda Kab. Probolinggo Hari Pur Sulistiono.
(Baca juga: Selisik Aset Pencucian Uang Bupati Puput Tantriana, KPK Periksa Pejabat Probolinggo)
Selanjutnya, Kabid Perikanan Budidaya Dinas Perikanan Pemda Kab. Probolinggo Wahid Noor Azis, Kabid Bina Usaha Perikanan Pemda Kab. Probolinggo Saiful Hidayat, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Pemda Kab. Probolinggo Mahbub Zunaidi.
Setelah itu, Kabid Sarana Prasarana Pertanian DKPP Pemda Kab. Probolinggo Bambang Suprayitno, Kabid Tanaman Pangan dan Hortikultura DKPP Pemda Kab. Probolinggo Didik Tulus Prasetyo, Kabid Perpustakaan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Probolinggo Suryana Nuring P, Kepala Dinas Perpustakaan Kabupaten Probolinggo – Jatim Abdul Halim, Mahasiswa Hayu Kinanthi Sekar Maharani dan pihak swasta Nanik Melani.
Diketahui, KPK telah menetapkan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari (PTS) dan suaminya anggota DPR RI Hasan Aminuddin (HA) sebagai tersangka gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Hal tersebut dilakukan usai tim penyidik melakukan pengembangan pada perkara sebelumnya yakni dugaan suap jual beli jabatan kepala desa (kades) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Probolinggo Tahun 2021.
"Dalam perkara ini, setelah ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, Tim Penyidik melakukan pengembangan perkara khusus untuk tersangka PTS dan tersangka HA dengan kembali menetapkan kedua Tersangka tersebut dengan dugaan tindak pidana korupsi Gratifikasi dan TPPU," ujar Pelaksana tugas (Plt) Juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (12/10/2021).
Sebelumnya, KPK telah menetapkan dua puluh dua orang sebagai tersangka kasus dugaan suap jual beli jabatan kepala desa (kades) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Probolinggo Tahun 2021.
Sebagai tersangka penerima, yakni Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari (PTS) dan suaminya anggota DPR RI yang juga pernah menjabat sebagai Bupati Probolinggo 2003-2008 dan 2008-2013 Hasan Aminuddin (HA).
Kemudian, Doddy Kurniawan (DK), aparatur sipil negara (ASN)/Camat Krejengan, Kabupaten Probolinggo, dan Muhammad Ridwan selaku ASN/Camat Paiton, Kabupaten Probolinggo.
Sementara delapan belas orang tersangka sebagai pemberi suap, yaitu Sumarto (SO), Ali Wafa (AW), Mawardi (MW), Mashudi (MU), Maliha (MI), Mohammad Bambang (MB), Masruhen (MH), Abdul Wafi (AW), Kho'im (KO), Akhmad Saifullah (AS), Jaelani (JL), Uhar (UR), Nurul Hadi (NH), Nuruh Huda (NUH), Hasan (HS), Sahir (SR), Sugito (SO), dan Samsudin (SD). Kesemuanya merupakan ASN Pemkab Probolinggo.
Perkara ini berawal pada 27 Desember 2021 dimana pada saat itu akan dilakukan pemilihan Kepala Desa serentak tahap II di wilayah Kabupaten Probolinggo. Namun dilakukan pengunduran jadwal pemilihan sehingga terhitung 9 September 2021 terdapat 252 Kepala Desa dari 24 Kecamatan di Kabupaten Probolinggo yang selesai menjabat.
Sehingga, untuk mengisi kekosongan jabatan Kepala Desa tersebut maka akan diisi oleh Penjabat Kepala Desa yang berasal dari para ASN di Pemkab Probolinggo dan untuk pengusulannya dilakukan melalui Camat.
Namun, ada persyaratan khusus dimana usulan nama para Pejabat Kepala Desa harus mendapatkan persetujuan HA dalam bentuk paraf pada nota dinas pengusulan nama sebagai representasi dari PTS dan para calon Pejabat Kepala Desa juga diwajibkan memberikan dan menyetorkan sejumlah uang.
Maka dimintailah tarif menjadi Pejabat Kepala Desa sebesar Rp20 juta ditambah dalam bentuk upeti penyewaan tanah kas desa dengan tarif Rp 5juta/hektar.
Atas ulahnya, sebagai pemberi SO dkk disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan sebagai penerima HA, PTS, DK dan MR disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
(Fahmi Firdaus )