Sebelum abad ke-13, Kamboja, yang kini merupakan negara berpenduduk mayoritas Budha, sempat menjadi kerajaan Hindu dengan berbagai bangunan dan patung Hindu. Patung “Krishna Mengangkat Gunung Govardhan” sendiri mengilustrasikan Krishna kecil, yang berusia delapan tahun, mengangkat sebuah gunung dengan hanya satu jari untuk melindungi warga desa dan ternak mereka dari terjangan badai yang dikirim dewa hujan, Indra, yang tengah marah.
“Gambaran Krishna yang mengangkat gunung ini berada di dataran banjir di Delta Sungai Mekong – sebuah kawasan pertanian yang bergantung pada musim hujan. Gambaran banjir dan badai ini pasti sangat kuat, sehingga dengan mengukir patung Krishna dalam posisi berdiri di dalam gua seolah ia benar-benar mengangkat gunung akan menjadi lambang perlindungan yang sangat kuat dan menggema," lanjutnya.
Mayoritas komunitas Kamboja di seluruh dunia saat ini memeluk Budha dan sebagian besar mahakarya Hindu kuno seperti “Krishna” dan kompleks kuil Angkor Wat sudah diadaptasi ke dalam praktik agama Budha.
Pameran tiga dimensi itu juga menampilkan karya dokumenter berdurasi 30 menit mengenai agama Buddha dan bagaimana situs-situs keagamaan kuno berperan penting dalam perjalanan keyakinan empat penyintas asal Kamboja yang melarikan diri dari rezim komunis Khmer Merah yang membunuh lebih dari 1,7 juta orang di akhir tahun 1970-an.
“Saya berhasil membuat film dokumenter pendek berjudul ‘Satook,’ karena ketika Anda pergi ke kuil, saat Anda berdoa, Anda selalu merapal ‘Satook, Satook, Satook’ tiga kali," terang praCh Ly, sineas dokumenter itu.