BERDASAR data di laman Direktorat K2KRS Kementerian Sosial, Indonesia memiliki 195 pahlawan nasional. Mulai dari Abdul Muis, sebagai orang pertama yang dikukuhkan menjadi pahlawan nasional oleh pemerintah, hingga yang terbaru, Usmar Ismail.
Sebagian pahlawan ini meninggal dunia sebelum Indonesia meraih kemerdekaannya.
Berikut beberapa pahlawan nasional yang gugur sebelum Indonesia merdeka.
1. KH Zainal Mustafa
KH Zainal Mustafa adalah sosok ulama pejuang dari Tasikmalaya yang lahir pada 1899 di Bageur, Cimerah, Singaparna, Tasikmalaya, Jawa Barat. Memiliki sikap tegas terhadap penjajah, ia tidak segan untuk secara terbuka mengadakan kegiatan yang membangkitkan perlawanan serta semangat rakyat terhadap penjajah.
Begitu pula dalam ceramah atau khutbahnya, Zainal Mustafa tak jarang menyerang kebijakan politik Belanda. Begitu pula saat Jepang menduduki Indonesia, sikapnya masih sama. Ia tidak sudi bekerja sama dengan penjajah.
Kebijakan Jepang yang mengharuskan rakyat membungkuk ke arah matahari ditentang oleh KH Zainal Mustafa. Hal ini yang kemudian memicu terjadinya Peristiwa Singaparna pada Februari 1944. Kedatangan opsir Jepang yang mendesak KH Zainal Mustafa untuk menghadap perwakilan pemerintah Jepang di Tasikmalaya disambut kericuhan. Para santri dan penduduk di Sukamanah kemudian menghadapi serbuan pasukan Jepang yang datang menyusul.
Dalam insiden yang dikenal dengan Peristiwa Singaparna ini, banyak warga yang gugur, sementara KH Zainal Mustafa ditangkap. Bersama sejumlah orang lainnya, ia diadili di Jakarta.
KH Zainal Mustafa diketahui dieksekusi mati oleh tentara Jepang pada Oktober 1944. Makamnya yang berada di Ancol, Jakarta, baru diketahui lebih dari 20 tahun kemudian. Pada 1973, makamnya dipindah ke kompleks pesantren yang ia dirikan, Pondok Pesantren Sukamanah di Singaparna.
2. Cipto Mangunkusumo
Cipto Mangunkusumo adalah tokoh pergerakan Indonesia yang juga merupakan seorang dokter. Lulusan Sekolah Dokter Jawa (STOVIA) Jakarta ini lahir pada 1886 di Pecangakan, Ambarawa. Ia mendirikan Indische Partij bersama Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara pada 1912. Partai politik pertama di Hindia Belanda ini menginginkan terbentuknya kerja sama antara orang-orang Indo dengan pribumi serta membangun patriotisme terhadap Tanah Air.
Akibat tulisan dan sepak terjang Cipto Mangunkusumo yang dianggap berbahaya oleh Belanda, ia diberhentikan dari tugasnya sebagai dokter pemerintah Belanda. Bukan hanya itu, ia juga ditangkap lalu diasingkan ke Belanda pada 1913. Meski berada di negeri penjajah tanah airnya, Cipto Mangunkusumo tetap melancarkan aksi politiknya.