SETIAP tanggal 17 Agustus, seluruh masyarakat Indonesia memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Semua lapisan masyarakat ikut merayakan dan memeriahkan hari dibacakannya proklamasi ini. Upacara bendera pun dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia seperti pelajar, pegawai pemerintahan, hingga pejabat untuk mengenang momen berharga ini.
(Baca juga: TNI Unjuk Kekuatan Jelang HUT Ke-77 RI, Puluhan Jet Tempur dan Helikopter Bentuk Formasi Elephant Walk)
Di balik meriahnya peringatan 17 Agustus, terdapat fakta-fakta menarik mengenai upacara kemerdekaan yang tidak diketahui semua orang. Berikut fakta-fakta upacara bendera kemerdekaan 17 Agustus 1945 dilansir beragam sumber.
1. Pelaksanaan yang Mendadak
Setelah kabar mengenai pengeboman Hirosima dan Nagasaki tersebar, rakyat Indonesia yang tergabung dalam golongan muda segera mendesak Sokarno untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Hal ini memunculkan perdebatan antara golongan muda dan golongan tua. Perdebatan ini terjadi karena golongan muda yang menginginkan kemerdekaan segera dan bukan hasil pemberian Jepang. Perbedaan paham ini lantas pun menimbulkan peristiwa Rengasdengklok, yang terjadi sehari sebelum hari kemerdekaan.
Peristiwa Rengasdengklok merupakan aksi penculikan Soekarno dan Hatta oleh golongan muda dalam rangka menjauhkan mereka dari pengaruh Jepang, selain juga mendesak mereka untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Waktu yang sedikit membuat segala persiapan dilakukan secara mendadak, termasuk dalam merancang naskah proklamasi. Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ahmad Soebarjo merumuskan teks proklamasi yang kemudian diketik oleh Sayuti Melik sebelum subuh pada 17 Agustus 1945.
2. Tiang bendera dari bambu
Untuk pengibaran Sang Merah Putih, Suhud Sastro Kusumo, yang bertugas menjaga keluarga Soekarno, diperintahkan untuk menyiapkan satu tiang bendera. Karena waktu yang sedikit, tiang bendera yang berhasil diusahakan Suhud rupanya berasal dari bambu jemuran yang dimodifikasi dengan tali kasar sebagai kerekan. Sebenarnya, terdapat tiang bendera yang lebih bagus namun tiang itu tidak dipakai karena tidak mau ada sangkut pautnya dengan Jepang.
3. Tanpa protokol upacara
Jika melihat proses pengibaran bendera saat ini, semua dilakukan dengan protokol-protokol yang berlaku seperti serah terima bendera hingga proses pengibaran bendera. Ternyata, hal ini berbeda saat pelaksanaan upacara bendera 17 Agustus 1945. Usai dibacakannya teks proklamasi oleh Soekarno, upacara penaikan bendera merah putih pun dilaksanakan. Namun, karena persiapan yang mendadak, pengibaran bendera merah putih dilaksanakan tanpa protokol upacara.
4. Mikrofon bukan hasil curian
Selama ini, tersebar kabar bahwa mikrofon yang digunakan Soekarno saat pembacaan proklamasi adalah hasil curian. Padahal, mikrofon tersebut dipinjam dari seorang pemilik Radio Satriya yang bernama Gunawan.
Namun, Gunawan saat itu tidak diberitahu jika mikrofon tersebut untuk proklamasi kemerdekaan. Barulah saat berada di mobil, para panitia memberitahukan Sudiro, saudara Gunawan yang ditugaskan menyetting mikrofon, bahwa mikrofon tersebut digunakan untuk pembacaan teks proklamasi. Usai dikembalikan, Gunawan menyimpan mikrofon tersebut dan tak pernah dipinjamkan kembali.
5. Tokoh pengibar bendera
Suhud dan Latief Hendraningrat menjadi tokoh Indonesia yang terkenal berkat perannya sebagai pengibar bendera merah putih pada hari proklamasi. Awalnya, SK Trimurti yang dipercaya untuk menjadi sang pengibar.
Namun, ia menolak dengan beralasan sang pengibar haruslah seorang prajurit. Latief yang saat itu berdiri di samping Soekarno kala pembacaan proklamasi pun bingung saat dirinya diberi bendera secara tiba-tiba. Akhirnya, dengan tekad yang bulat, dirinya mengambil Sang Merah Putih dan mengibarkannya bersama Suhud.
6. Penyembunyian dokumentasi
Rakyat Indonesia agaknya harus berterima kasih pada Alex dan Frans Mendur. Berkat jasanya, Indonesia mempunyai dokumentasi dalam peringatan momen upacara proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 tersebut. Setelah mendengar kabar tentang proklamasi, kedua kakak beradik itu langsung bergegas ke rumah Soekarno dan mengabadikan momen tersebut.
Sayang, kedatangan keduanya diketahui Jepang dan langsung diburu. Alex Mendur berhasil ditangkap, namun tidak dengan sang adik. Frans berhasil melarikan diri dan mengubur negatif foto tersebut di bawah tanah. Foto-foto bidikan Frans Mendur itu baru dipublikasikan di Harian Merdeka pada 1946.
(Fahmi Firdaus )