 
                LEBAK - Ketua Koordinator KUMALA (Keluarga Mahasiswa Lebak), Mambang Hayali menyatakan, banjir bandang yang menerjang sejumlah wilayah di Lebak Selatan baru-baru ini, bukan hanya disebabkan oleh intensitas curah hujan yang tinggi.
Menurutnya, banjir bandang yang kesekian kalinya terjadi dan telah merugikan masyarakat Lebak tersebut merupakan dampak dari kerusakan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).
"Bukan dampak alam seutuhnya, harus dipetakan dari hulu ke hilir. Sudah jelas kan, karena kerusakan TNHGS ini diduga menjadi penyebab terjadinya kenaikan air dan akhirnya menerjang TNHGS sebagai benteng pertahanan hingga kemudian menjadi bencana banjir bandang,” tuturnya kepada MNC Portal Indonesia, Rabu (12/10/2022)
BACA JUGA:Banjir Kembali Menerjang Lebak, Rumah Dikepung Air Setinggi Orang Dewasa
Ratusan hektar Taman Nasional yang terbentang di kawasan Gunung Halimun dan Gunung Salak telah rusak. Sebagai benteng pertahanan yang seharusnya tetap dijaga kelestariannya, diungkap Mambang, telah dialihfungsikan menjadi lokasi pertambangan baik legal maupun ilegal akibat terjadinya regulasi yang salah.
“Berdasarkan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) yang disusun pemerintah, terdapat 859 hektar Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) yang difokuskan menjadi lahan pertambangan. Ini (alih fungsi) adalah inti persoalannya," tuturnya.
Ia melanjutkan, persoalan banjir bandang yang kerap terjadi di sejumlah wilayah di Kabupaten Lebak bukan main-main, sehingga harus disikapi secara serius. Menanggapi kondisi kerusakan alam yang semakin kritis ini, KUMALA pun mendesak agar Bupati Iti Jayabaya beserta jajaran mengkaji ulang Grand Design Pembangunan Kabupaten Lebak. Untuk itu, ia berharap bupati dan pihak terkait mau terbuka untuk mendengarkan masukan dari KUMALA.
BACA JUGA: Curah Hujan Tinggi, Kabupaten Lebak Diterjang Banjir dan Longsor
"Intinya ingin mengajak Ibu Iti sama-sama mengkaji ulang persoalan lingkungan ini, bahwa ini adalah persoalan yang sangat serius," sambungnya.