YOGYAKARTA - Gunungkidul merupakan sebuah kabupaten di DIY. Gunungkidul kini banyak menyedot perhatian. Pasalnya berbagai destinasi wisata banyak ditemukan di wilayah ini. Bahkan kini tak lengkap rasanya berlibur ke DIY jika tidak berkunjung ke Gunungkidul.
Dalam Bahasa Jawa, Gunungkidul berarti gunung yang berada di selatan, sesuai lokasinya yang memang berada di Pegunungan Sewu bagian selatan. Dulunya konon merupakan hutan belantara yang kemudian perlahan-lahan berubah menjadi pemukiman.
Sementara berdasarkan laman Wikipedia, dari temuan-temuan arkeologi, kawasan Gunungkidul diperkirakan telah dihuni oleh manusia (Homo sapiens) sejak 700 ribu tahun lalu. Banyak ditemukan petunjuk keberadaan manusia yang ditemukan di gua-gua & ceruk-ceruk di perbukitan karst Gunungkidul, terutama di Kecamatan Ponjong.
Saat itu, kecenderungan manusia menempati Gunungkidul disebabkan sebagian besar dataran rendah di Yogyakarta masih digenangi air. Kedatangan manusia pertama di Gunungkidul terjadi pada akhir periode Pleistosen. Saat itu, manusia Ras Australoid bermigrasi dari Pegunungan Sewu di Pacitan, Jawa Timur melewati lembah-lembah karst Wonogiri, Jawa Tengah hingga akhirnya mencapai pesisir pantai selatan Gunungkidul melalui jalur Bengawan Solo purba.
Bekas jalur Bengawan Solo Purba sampai saat ini masih ditemukan. Salah satunya adalah di Kapanewon Girisubo di mana di Bekas aliran Bengawan Solo Purba ini sering memicu bencana banjir ketika musim penghujan.
Paling tidak ada sekitar 460 gua karst di Gunungkidul, hampir setengahnya menjadi hunian manusia purba. Dari 72 gua horizontal di ujung utara Gunung Sewu, tepatnya di Kecamatan Ponjong yang terapit Ledok Wonosari di barat dan Ledok Baturetno di timur, 14 goa di antaranya merupakan bekas hunian manusia purba, dan dua di antaranya sudah diekskavasi yaitu Song Bentar dan Song Blendrong
Sementara di ceruk Song Bentar yang pernah menjadi hunian Homo sapiens ditemukan delapan individu yang terdiri dari: 5 dewasa, 2 anak-anak, dan 1 bayi juga ditemukan alatalat batu seperti batu giling, beliung persegi, dan Bentar dan Song Blendrong.
Lalu, di ceruk Song Bentar yang pernah menjadi hunian Homo sapiens ditemukan delapan individu yang terdiri dari: 5 dewasa, 2 anak-anak, dan 1 bayi juga ditemukan alat-alat batu seperti batu giling, beliung persegi, dan mata panah. Sementara di Song Blendrong ditemukan banyak tulang, peralatan batu, tanduk, dan serut kerang yang berserakan di lantai ceruk.
Sementara itu, Goa Seropan di Kecamatan Semanu juga ditemukan bukti keberadaan manusia purba. Di lorong lama gua itu banyak ditemukan cetakan tulang purba di dinding-dinding lorong. Sementara di lorong baru, yang berada pada kedalaman 60 m, dan baru muncul setelah terjadinya banjir di sungai bawah tanah tahun 2008, ditemukan potongan tulang kaki, gigi, dan rusuk mamalia.
Sejarah Berdirinya Gunungkidul
Dulu ketika Gunungkidul masih merupakan hutan belantara, terdapat suatu desa yang dihuni beberapa orang pelarian dari Majapahit. Desa tersebut adalah Pongangan, yang dipimpin oleh R. Dewa Katong di mana dia adalah saudara raja Brawijaya.
Setelah R Dewa Katong pindah ke desa Katongan 10 km utara Pongangan, puteranya yang bernama R. Suromejo membangun desa Pongangan, sehingga semakin lama semakin rama. Beberapa waktu kemudian, R. Suromejo pindah ke Karangmojo. Demikian dikuitp dari laman Bappeda Gunungkidul.
Perkembangan penduduk di daerah Gunungkidul itu didengar oleh raja Mataram Sunan Amangkurat Amral yang berkedudukan di Kartosuro. Kemudian ia mengutus Senopati Ki Tumenggung Prawiropekso agar membuktikan kebenaran berita tersebut.
Lalu, setelah dinyatakan kebenarannya, Tumenggung Prawiropekso menasihati R. Suromejo agar meminta izin pada raja Mataram, karena daerah tersebut masuk dalam wilayah kekuasaannya. R. Suromejo tidak mau, dan akhirnya terjadilah peperangan yang mengakibatkan dia tewas.
Selanjutnya, 2 anak dan menantunya. Ki Pontjodirjo yang merupakan anak R Suromejo akhirnya menyerahkan diri, oleh Pangeran Sambernyowo diangkat menjadi Bupati Gubungkidul I. Namun Bupati Mas Tumenggung Pontjodirjo tidak lama menjabat karena adanya penentuan batas-batas daerah Gunungkidul antara Sultan dan Mangkunegaran I yang terjadi pada tanggal 13 Mei 1831.
Setelah itu, Gunungkidul (selain Ngawen sebagai daerah enclave Mangkunegaran) menjadi kabupaten di bawah kekuasaan Kasultanan Yogyakarta. Setelah itu Mas Tumenggung Pontjodirjo diganti Mas Tumenggung Prawirosetiko, yang mengalihkan kedudukan kota kabupaten dari Ponjong ke Wonosari.
Mr. R.M Suryodiningrat dalam bukunya "Peprentahan Praja Kejawen” yang dikuatkan buku de Vorstenlanden terbitan 1931 tulisan G.P. Rouffaer, dan pendapat B.M.Mr. A.K. Pringgodigdo dalam bukunya Onstaan En Groei van het Mangkoenegorosche Rijk, menyatakan, berdirinya Gunungkidul (daerah administrasi) tahun 1831 setahun seusai Perang Diponegoro, bersamaan dengan terbentuknya kabupaten lain di Yogyakarta.
"Goenoengkidoel, wewengkon pareden wetan lepen opak. Poeniko siti maosan dalem sami kaliyan Montjanagari ing zaman kino, dados bawah ipun Pepatih Dalem (Gunungkidul, wilayahnya berada di timur sungai Opak. Adalah tanah milik raja sama seperti mancanegara di zaman Kuno, sehingga di bawah perintah Raja)
Ing tahoen 1831 Nagoragung sarta Mantjanagari-nipoen Ngajogjakarta sampoen dipoen perang-perang (di tahun 1831 negaranagung serta mancanegaranya Ngayogyakarto sudah dibagi-bagi). Mataram dados 3 wewengkon (Mataram jadi 3 wilayah) dene Pangagengipoen wewengkon satoenggalsatoenggalipoen dipoen wastani Boepati Wadono Distrik kaparingan sesebatan Toemenggoeng (di mana pemimpinnya adalah bupati sementara untuk distriknya Tumenggung) inggih poeniko Sleman (Roemijin Denggong) (yaitu Sleman dulu Denggung) Kalasan serta Bantoel.
Siti maosan dalem ing Pengasih dipoen koewaosi dening Boepati Wedono Distrik Pamadjegan Dalem (tanah di Pengasih dikuasai oleh Bupati distrik Pamajegan Dalem) Makanten oegi ing Sentolo wonten pengageng distrik ingkang kaparingan sesebatan Riya (begitu juga di Sentolo dipegang oleh orang yang disebut Riya). Goenoengkidoel ingkang nyepeng siti maosan dalem sesebatan nipoen Riya. (Gunungkidul yang dipegang juga oleh seseorang yang disebut Riya)
Upaya yang dilakukan panitia untuk melacak Hari Jadi Kabupaten Gunungkidul tahun 1984 baik yang terungkap melalui fakta sejarah, penelitian, pengumpulan data dari tokoh masyarakat, pakar serta daftar kepustakaan yang ada, akhirnya ditetapkan bahwa Kabupaten Gunungkidul dengan Wonosari sebagai pusat pemerintahan lahir pada hari Jumat Legi tanggal 27 Mei 1831 atau 15 Besar Je 1758.
Hal tersebut dikuatkan dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat Il Gunungkidul No: 70/188.45/6/1985 tentang Penetapan hari, tanggal bulan dan tahun Hari Jadi Kabupaten Gunungkidul yang ditandatangani oleh bupati saat itu Drs KRT Sosro Hadiningrat tanggal 14 Juni 1985.
Sedangkan secara yuridis, status Kabupaten Gunungkidul sebagai salah satu daerah kabupaten kabupaten yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta dan berkedudukan di Wonosari sebagai ibu kota kabupaten, ditetapkan pada tanggal 15 Agustus 1950 dengan UU no 15 Tahun 1950 jo Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1950 pada saat Gunungkidul dipimpin oleh KRT Labaningrat.
Kabupaten Gunungkidul berdiri bersamaan dengan terbentuknya kabupaten-kabupaten lainnya dalam Daerah Yogyakarta. Diambil dari laman Bappeda Kabupaten Gunungkidul,
Lahirnya Kabupaten Gunungkidul pada Tahun 1831, maka secara resmi di Gunungkidul telah ada suatu bentuk pemerintahan dengan kepala daerah dengan sebutan Tumenggung.
Selain itu, di bawahnya juga terdapat pemimpin wilayah seperti Ronggo, Panji, Demang, Bekel dan lain-lain, yang masing-masing bertanggung jawab kepada atasannya. Kemudian di tahun 1984,baru diketahui bahwa hari lahir Kabupaten Gunungkidul adalah hari Jum‘at Legi, tanggal 27 Mei 1831 atau tahun jawa 15 Besar Tahun Je 1758.
Pada awal berdirinya, Bupati pertama yang bernama Mas Tumenggung Pontjodirjo, dengan pusat pemerintahan berada di Pati Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, dengan wilayah Kepanjen Semanu yang dipimpin oleh Panji Hardjodipuro.
Selanjutnya, dilakukan pembukaan lahan di hutan belantara yang bernama alas Nongko Doyong di sebelah barat Pati yang dipimpin oleh Demang Piyaman Wonopawiro yaitu menantu dari Panji Hardjodipuro.
Kemudian, dengan dibukanya hutan Nongko Doyong, pusat pemerintahan Kabupaten Gunungkidul dipindahkan dari Pati Ke Wonosari hingga saat ini.
Usai masa kemerdekaan, dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1950 maka jalannya pemerintahan di Kabupaten Gunungkidul dilengkapi dengan berdirinya lembaga legislatif, dengan anggota DPRD sebanyak 22 orang.
Di Yogyakarta saat itu terdapat dua daerah Swapraja, yaitu Nagari Kasultanan Yogyakarta dan Projo Pakualaman, dengan demikian didapati susunan pemerintahan di bawah Kabupaten adalah Kawedanan, Kapanewon dan Kalurahan.
(Widi Agustian)