CIREBON dan Pajajaran, dua kerajaan besar di tanah Sunda kala itu kerap kali berseberangan dan berperang. Dua kerajaan ini merepresentasikan dua identitas berbeda, Pajajaran dengan agama Hindu Buddha-nya yang masih dianut, sedangkan Cirebon sudah bernuansa Islam.
Namun secara kekuatan politik dan armada, sebenarnya Kerajaan Cirebon bukanlah kerajaan yang kuat. Bahkan bisa dikatakan Cirebon relatif lemah, namun karena dukungan Kerajaan Demak kedudukannya kian mantap dan kuat.
Demak memang memiliki sokongan armada tempur kuat. Belum lagi jumlah pasukan yang dimiliki kesultanan di pesisir utara Jawa Tengah ini juga demikian banyak. Namun ketika Demak mengalami pergolakan hal itu berimbas pula pada Kerajaan Cirebon.
BACA JUGA: Sekilas Sejarah Kerajaan Cirebon hingga Munculnya 4 Keraton
Di Cirebon, sosok Syarif Hidayatullah berkuasa, tetapi di belakangnya berdiri Pangeran Cakrabuana alias Pangeran Walangsungsang atau Haji Abdullah Iman. Ia sebagaimana dikisahkan Saleh Danasasmita "Menemukan Kerajaan Sunda", merupakan kakak seayah dari Prabu Surawisesa, yang, tak lain adalah raja Pajajaran sekaligus anak Prabu Siliwangi.
Pergolakan di Kerajaan Demak dan perang saudara telah membuat kekuatan Cirebon berkurang. Hal ini pulalah yang menyebabkan Kedudukannya terdesak dan terlampaui oleh Banten. Sebab itulah yang membuat akhirnya Pajajaran mulai bertempur dengan Cirebon.
Perang Cirebon-Pajajaran ini berlangsung lima tahun lamanya. Menariknya, peperangan ini membuat satu kubu tidak berani naik ke darat, yang lain tidak berani turun ke laut. Cirebon dan Demak hanya sanggup menguasai kota-kota pelabuhan.
BACA JUGA:Kerajaan Pajajaran: Sejarah, Silsilah Pendiri dan Peninggalannya