Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Satgassus Pencegahan Temukan Potensi Korupsi, Novel: Nilainya Triliunan Rupiah!

Puteranegara Batubara , Jurnalis-Senin, 02 Januari 2023 |16:55 WIB
Satgassus Pencegahan Temukan Potensi Korupsi, Novel: Nilainya Triliunan Rupiah!
Novel Baswedan (Foto : MPI)
A
A
A

JAKARTA - Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Pencegahan Korupsi Polri menyatakan bahwa masih ditemukan adanya celah dalam pengelolaan dana jaminan reklamasi dan pasca tambang.

Wakil Kepala Satgassus Pencegahan Polri Novel Baswedan mengungkapkan temuan itu dikarenakan rekening penempatan dana, khususnya untuk tambang non bantuan masih dalam penguasaan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota.

Padahal menurut Novel, rekening penempatan dana jaminan reklamasi dan pascatambang seharusnya dikelola oleh Pemerintah Pusat melalui Ditjen Minerba Kementerian ESDM. “Secara nasional diperkirakan nilainya mencapai triliunan rupiah,” kata Novel dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Senin (2/1/2022).

Satgassus Polri juga menemukan adanya celah korupsi dari sisi pencatatan dan pelaporan penempatan jaminan dikarenakan belum terselenggara dan terintegrasi dengan baik.

“Kegiatan pengawasan pengelolaan jaminan reklamasi dan pascatambang belum optimal setelah diberlakukannya UU Nomor 3 Tahun 2020,” ujar Novel.

Selain itu ia menuturkan kepatuhan perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk melakukan dan melaporkan kegiatan reklamasi sesuai rencana relatif masih rendah.

“Lembaga/unit kerja pemerintah di bidang kehutanan dan lingkungan hidup relatif tidak banyak dilibatkan dalam pengelolaan reklamasi dan pascatambang,” ucap Novel.

Tak hanya di kasus tambang, Novel menuturkan pihaknya juga menemukan potensi korupsi dalam penstribusian program Pupuk Bersubsidi oleh Kementerian Pertanian (Kementan).

Novel menuturkan, temuan itu didapati karena masih banyak ditemukan penerima ganda Pupuk Bersubsidi yang dituangkan dalam elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK).

Selain itu, Satgassus Polri juga menemukan masih belum optimalnya penggunaan Kartu Tani, baik dari sisi distribusinya dan sarana prasarananya. Termasuk juga belum optimalnya pendataaan penerima Pupuk Bersubsidi dan pengawasan distribusi Pupuk Bersubsidi oleh pemerintah daerah.

Dalam kasus peminjaman Pemulihan Ekonomi Khusus (PEN), kata dia, masih banyak celah korupsi untuk pembangunan infrastruktur di daerah. Ia mencatat terdapat sejumlah keterlambatan dalam realisasi penggunaan pinjaman PEN di beberapa daerah. Selain itu masih pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang menggunakan dana PEN juga masih belum optimal.

Temuan keempat, yakni celah korupsi dalam penyaluran Bantuan Tunai Langsung Dana Desa (BLT-DD). Sebab, kata dia, masih adaperbedaan penerapan cara pendataan, mulai dari pendata calon keluarga penerima manfaat (KPM) BLT- DD yang berbeda-beda untuk setiap desa.

“Kriteria yang beragam yang digunakan oleh desa dalam pemilihan calon KPM dan tidak semua desa menggunakan kertas kerja sebagai acuan atau tidak terdokumentasikan dengan baik kertas kerja pendataan, dapat menyebabkan potensi pemilihan penerima bantuan yang kurang transparan dan akuntabel,” papar Novel.

Novel menyebut dalam kasus ini masih ditemukan penyerapan rendah di sebagian desa pada penyaluran tahap I dan II, disebabkan adanya perubahan sistem dari tunai menjadi non-tunai.

Namun demikian, perubahan data penerima bantuan sosial Kemensos dari DTKS sebagai bahan verifikasi penerima BLT-DD yang datang belakangan, juga mempengaruhi penyerapan. Karena tidak diperbolehkan penerima BLT-DD ganda dengan bantuan sosial lainnya.

Selain itu, tidak ditemukan adanya kasus pemotongan BLT-DD bagi masyarakat. Namun demikian, tidak adanya biaya operasional dalam penyaluran tunai, dapat berpotensi terjadinya pemotongan terhadap BLT-DD yang diterima masyarakat tersebut.

“Meskipun belum pernah ditemukan tindak kejahatan terhadap proses pengambilan dana BLT-DD, kondisi geografis dan jarak antara desa dengan bank penyalur dapat menjadi potensi kerawanan terjadinya tindak pidana dalam proses pengambilan dana tunai BLT-DD tersebut,” jelas Novel.

Terakhir, Satgassus juga menemukan adanya celah korupsi terakhir dalam proses perbaikan tata kelola ekspor-impor. Terdapat permasalahan dan celah penyimpangan pada penjaluran importasi.

“Masih adanya importir yang bekerja sama dengan dengan oknum untuk melakukan pelanggaran importasi,” ungkap Novel.

Hal itu dikarenakan belum optimalnya pengawasan internal di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta ditemukan adanya intervensi dari pihak lain yang dapat mempengaruhi independensi dan integritas petugas pemeriksa dalam proses importasi.

Ditemukan juga praktik nominee dan ‘pinjam bendera’ dalam kegiatan importasi. Serta kurangnya sinergitas dan koordinasi para pemangku kepentingan terkait ekspor impor.

Lebih lanjut, Novel mengatakan pihaknya saat ini telah berkoordinasi dan menyusun aksi pencegahan korupsi dengan Kementerian/Lembaga terkait diantaranya melalui kegiatan pendampingan, pengawasan dan perbaikan regulasi.

“Terkait dengan program pencegahan korupsi melalui implementasi Single Identity Number (SIN) berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan penerimaan negara yang bersumber dari cukai, saat ini masih berjalan,” tutup Novel.

(Angkasa Yudhistira)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement