PADA masa penjajahan Belanda banyak perlawanan dari masyarakat pribumi di penjuru Nusantara. Para pejuang berperang untuk mengusir Belanda dari Nusantara.
Dari sejumlah peperangan tersebut, ada yang mengakibatkan kerugian besar untuk Belanda. Berikut 3 perang paling merugikan untuk Belanda, sebagaimana dirangkum dari berbagai sumber pada Kamis (9/2/2023) :
1. Perang Bayu
Perang Bayu atau Puputan Bayu adalah perang besar antara pejuang Blambangan (kini Banyuwangi) melawan pemerintah Belanda pada 1771. Perang tersebut terjadi di lereng timur Gunung Raung. Saat itu Belanda mengerahkan ribuan pasukan dari Semarang untuk menaklukkan Banyuwangi.
Dalam perang tersebut, para pejuang Blambangan bertempur habis-habisan dan sanggup mengusir Belanda. Akibat perang ini, 60 ribu masyarakat Blambangan dinyatakan tewas. Korban jiwa juga bergelimpangan dari pihak Belanda, sehingga membuat mereka mengalami kerugian. Momen Perang Bayu ini kemudian diabadikan sebagai hari jadi Kabupaten Banyuwangi, yang ditetapkan DPRD Banyuwangi pada 1995.
2. Perang Diponegoro
Perang Diponegoro menjadi salah satu perang besar yang terjadi di tanah Jawa. Perang ini melibatkan masyarakat di Jawa Tengah dan Yogyakarta dengan tentara Belanda. Perang Diponegoro atau biasa disebut Perang Jawa ini berlangsung pada 1825-1830. Perang terjadi secara terbuka. Melansir artikel bertajuk ‘Perancangan Concept Art Berdasarkan Perang Diponegoro’, kedua pihak mengerahkan banyak pasukannya, mulai dari artileri, kavaleri, hingga infanteri.
Sementara itu, perang ini dipimpin langsung oleh Pangeran Diponegoro. Ia secara tegas tidak menyetujui adanya campur tangan pihak Belanda dalam urusan kerajaan. Terbukti, petani lokal mengalami kesengsaraan sejak 1821 lantaran penyalahgunaan penyewaan tanah oleh penjajah Belanda.
Perang yang menghabiskan waktu 5 tahun ini sangat merugikan Belanda dan masyarakat pribumi. Laman Gerakan Literasi Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyebut, total korban tewas dalam peristiwa ini adalah 200 ribu orang di pihak penduduk Jawa. Selain itu, 8 ribu orang lainnya dari pihak Belanda dikabarkan menjadi korban. Perang ini juga sangat menguras kantong pemerintah Belanda dengan nominal fantastis, yakni sekitar 20 juta gulden.
3. Perang Aceh
Penjajah Belanda juga mengalami kerugian besar dalam Perang Aceh yang berlangsung tahun 1873 sampai 1913. Dalam Jurnal Inovasi Penelitian (2021) bertajuk ‘Strategi Perang Semesta dalam Perang Aceh (1873-1912)’, diketahui bahwa perang ini terbagi atas 3 periode waktu. Perang Aceh pertama pada tahun 1873-1874, Perang Aceh kedua tahun 1874-1880, dan Perang Aceh ketiga tahun 1896-1910.
Perang ini terjadi akibat Belanda menuntut Kesultanan Aceh untuk tetap tunduk pada pemerintahan Belanda. Perintah ini ditolak secara keras oleh Sultan Mahmud Syah. Penolakan tersebut jelas membuat Belanda geram, sehingga mereka melakukan deklarasi perang terhadap Aceh. Di bawah pimpinan J.H. Kohler, Belanda mengerahkan 3 ribu pasukannya dan mendarat di Pantai Cermin Ulee Lheue. Perang ini sangat merugikan Belanda, baik dari sisi korban jiwa, rusaknya alutsista, dan biaya peperangan, karena durasi perangnya yang sangat lama.
(Diolah dari berbagai sumber/ Litbang MPI/Ajeng Wirachmi)
(Erha Aprili Ramadhoni)