Di situlah Tilah berjalan mengiringi Yuhsiang naik kursi roda. Di Taiwan, penyandang disabilitas diberi kemudahan-kemudahan untuk naik kendaraan umum, utamanya kereta dan bis. Ketika ada penumpang berkursi roda, sopir bis akan menekan tombol yang membuka pintu dengan alas untuk masuk kursi roda.
Rombongan kecil Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) menyaksikan pembukaan Festival Lampion di Taipei 5 Februari 2023 lalu bertemu Tilah dan ‘mas bos’ di area kemeriahan festival lampion itu.
Suasana hujan rintik, tak menghalangi mereka naik bis untuk mengikuti kemeriahan pembukaan festival lampion tersebut. Tampak Tilah begitu sabar dan telaten merawat majikannya.
“Merawat orang seperti yang saya lakukan sekarang memang butuh kesabaran dan tenaga ekstra. Alhamdulillah saya sudah terlatih sejak awal,” ungkapnya mengawali cerita.
Tilah hanya lulusan SMP. Dia pun sudah fasih berbahasa Taiwan dan mengajari Yuhsiang berbahasa Indonesia. Lalu apa alasan Tilah memilih bekerja sebagai pekerja migran?
Dia merasa dengan pendidikannya yang hanya tamatan SMP, tidak banyak kesempatan kerja yang dapat diperolehnya. “Karena pendidikan saya cuma SMP jadi susah untuk mencari pekerjaan di negara sendiri,” ujarnya.
Tillah mempunyai dua orang anak Dodik Aryo Nugroho (23) dan Denisa Candra Dewi (15) yang memerlukan banyak biaya sehingga memutuskan untuk bekerja sebagai PMI di Taiwan.
“Dua orang anak saya masih membutuhkan biaya yang sangat banyak, makanya saya tega meninggalkan kedua anak saya bekerja di negeri orang,” paparnya.
Tilah bekerja ke Taiwan diajak oleh salah seorang temannya melalui Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI). Di PJTKI itu, dia memperoleh pelatihan-pelatihan untuk merawat orang lanjut usia maupun orang sakit dan diberi bekal pengetahuan bahasa lokal sehari-hari tempat dia akan bekerja.