Kala itu, untuk mempersiapkan ajang olahraga terbesar se-Asia itu, pemerintah mencanangkan megaproyek pembangunan kompleks olahraga Gelora Bung Karno (GBK) di Senayan, Jakarta. Hampir seluruh negara di Asia diundang, kecuali Israel dan Taiwan.
Meski sukses menggelar Asian Games IV di Jakarta, penolakan Indonesia terhadap Israel dan Taiwan berbuntut panjang. Indonesia dianggap mencampur adukkan antara olahraga dan politik. Tudingan itu disampaikan oleh salah satu pendiri Asian Games sekaligus wakil presiden Federasi Asian Games atau AFG dan anggota Komite Olimpiade Internasional (IOC), Guru Dutt Sondhi.
Pernyataan Sondhi itu membuat marah masyarakat Indonesia. Pria asal India tersebut lantas diusir dari Indonesia. Tak cukup di situ, massa aksi juga menggeruduk kantor kedutaan India di Jakarta. Kejadian itu dikenal sebagai ‘Peristiwa Sondhi’.
Kontroversi Asian Games IV dibahas dalam rapat IOC di Lausanne, Swiss, pada 7 Februari 1963. Hasilnya, keanggotaan Indonesia di IOC ditangguhkan dan dilarang tampil di Olimpiade 1964.
Sanksi berat itu dijatuhkan IOC lantaran Indonesia disebut memasukkan politik ke dalam olahraga selama Asian Games 1962. Hukuman bisa dicabut dengan syarat Indonesia berjanji tak mengulangi kesalahan serupa.
Dasar Soekarno, alih-alih minta maaf, ia justru menolak sanksi IOC tersebut. Ia balik mengonfrontasi dengan menuding IOC juga main politik dengan melarang keterlibatan Republik Rakyat China (RRC) sebagai anggota.
Balik menyerang, Soekarno pun mencanangkan olimpiade tandingan dengan mengintrodusir satu perhelatan yang dinamakan Pesta Olahraga Negara-Negara Berkembang atau Games of the New Emerging Forces (GANEFO).