JAKARTA – Jenderal Hoegeng punya pengalaman unik dengan Presiden Soekarno. Kala itu, Sang Proklamator sempat berbincang dengan Hoegeng yang baru lulus dari PTIK tahun 1952. Bahkan dengan Presiden Soekarno sekalipun, Hoegeng tetap menunjukkan sikap apa adanya.
Mengutip lipi.go.id, saat bersama lulusan PTIK tahun 1952 dipanggil ke Istana, Soekarno bertanya namanya lalu berkomentar. "Apa tidak salah itu, kan seharusnya Sugeng. Mbok diganti Soekarno. " Kontan saat itu Hoegeng menjawab, "Nggak bisa Pak, karena Hoegeng itu dari orangtua saya, kebetulan nama pembantu di rumah saya juga Soekarno. "
"Kurang ajar kamu, " kata Presiden Soekarno sambil tertawa lepas.
Sikap terbuka dan tidak takut kepada atasan bila benar itulah yang dipegang oleh Hogeng selama bertugas. Namun itulah yang mengakibatkan dia dicopot dari jabatan kepala kepolisian tahun 1971 oleh Presiden Soeharto. Kasus tertembaknya mahasiswa ITB Rene Conrad tidak sepenuhnya memuaskan hatinya.
Kasus Sum Kuning di Yogya yang melibatkan putra seorang pejabat/bangsawan Yogya serta seorang putra pahlawan revolusi diputuskan secara berliku-liku. Demikian pula dengan kasus penyelundupan mobil mewah oleh Robby Tjahyadi.
Hoegeng ingin bertindak profesional, tetapi hal ini tampaknya tidak menyenangkan hati atasannya. Memang kalau kita ingin hukum tegak di negeri ini, contoh itu harus dimulai dari presiden. Hoegeng seorang pekerja keras. Dia adalah profesional sejati.
Dari orangtuanya dia mewarisi nilai-nilai kebajikan yang tidak mengagungkan harta atau kepemilikan. Kejujuran dan kepedulian sosial itulah yang lebih utama. Namun Hoegeng bukan hanya seorang yang bersih untuk dirinya sendiri.
Dia juga membersihkan lingkungannya. Istrinya tidak diberi kesempatan untuk melakukan KKN. Anak-anaknya dilarang memanfaatkan fasilitas jabatan sang ayah. Di tempat bertugas, dia membersihkan anak buahnya. Yang tidak jujur dikeluarkan atau dikontrol sedemikian rupa sehingga tidak tahan untuk keluar.
Di antara rekan-rekan seprofesi dalam bidang penegakan hukum Hoegeng mengupayakan forum untuk mengatasi berbagai kejahatan, termasuk korupsi. Di Medan dia berhasil memberantas korupsi dan penyelundupan berkat kerja sama dengan instansi lain, termasuk militer. Lima tahun silam, 14 Juli 2004 dini hari, Hoegeng Iman Santoso telah pergi. Makin habis orang-orang jujur di negeri ini.
(Qur'anul Hidayat)