JAKARTA - Soekarno dikenal dengan kecakapan dan kepiawaian sehingga banyak pemikirannya dijadikan rujukan. Saat Pemerintah Hindia Belanda membuangnya ke Bengkulu, Bung Karno pernah diposisikan seperti dukun yang diminta nasihat dan pengobatan.
"Ia tidak hanya dimintai nasihat spiritual, tetapi dimintai juga mengobati sejumlah warga yang terserang penyakit," kisah Roso Daras, penulis buku Bung Karno, Serpihan Sejarah yang Tercecer.
Suatu hari dikisahkan Bung Karno kedatangan seorang gadis sambil menangis meraung-raung meminta tolong Bung Besar. Ia mengeluh sudah tujuh bulan tidak bisa menstruasi.
“Apa yang dapat saya lakukan? Saya bukan dokter,” kelit Bung Karno.
“Bapak menolong semua orang. Bapak adalah juru selamat kami. Saya percaya kepada bapak, dan saya merasa sangat sakit. Tolonglah… tolonglah saya… tolooong….”
Bung Karno tidak bisa mengelak. Bung Karno juga tidak ingin seorang gadis mendatanginya dengan harapan sembuh, lantas harus pulang dengan kecewa.
Setelah berkonsentrasi sejenak… Bung Karno membacakan surah pertama Alquran ditambah doa-doa. Esoknya, perempuan itu mens! Kabar itu pun lekas tersiar. Dan Bung Karno “sang dukun” makin terkenal.
Terdapat juga kisah seorang tukang perah susu yang tengah kesulitan uang. Untuk suatu keperluan, dia sangat membutuhkan uang.
Celakanya, dia pun yakin, dengan mendatangi Bung Karno, persoalannya akan selesai. Apa yang terjadi? Memang begitu adanya. Dia datang ke Bung Karno dan menyampaikan keluhannya, serta memohon penyelesaian.
Bung Karno lantas meminta si pemerah susu menunggu. Sedangkan ia masuk bilik, mengambil satu potong baju dan keluar rumah lewat pintu belakang. Ia menggadaikan bajunya, demi mendapatkan uang tiga rupiah enam puluh sen. Jumlah yang dibutuhkan si pemerah susu.