JAKARTA – Pasca kesuksesan dan dukungan besar pada Pemilu 1955, Partai Komunis Indonesia (PKI) melakukan aksi-aksi sepihak pendudukan tanah di Karesidenan Kediri secara membabi buta. Pada 1964, massa PKI menduduki tanah milik negara seluas 9.000 hektar di Nongkorejo, Kencong, Botorejo, Puncu, Kebonrejo, dan Siman.
Abdul Rohim mantan sekretaris GP Ansor Kepung mengatakan bahwa siasat PKI itu berhasil karena didukung sejumlah oknum aparat. Benturan terjadi setelah tanah milik Haji Samur di Nongkorejo, Kediri turut dipatoki PKI.
Orang-orang PKI mencabuti tanaman di lahan tersebut dan menggantinya dengan tanaman yang mereka inginkan.
Dalam posisi terdesak ini, Haji Samur kemudian meminta bantuan GP Ansor NU.
"Atas inisiatif pengurus Ansor, maka di tanah Haji Samur itu ditancapi bendera NU. Kalau PKI mencabut bendera itu berarti mereka sudah menyatakan perang dengan Ansor," kata Abdul Rohim dalam buku "Banser Berjihad Menumpas PKI".
Kunci dari gerakan PKI ini adalah sayap-sayap partainya Pemuda Rakyat, BTI, SOBSI, Lekra yang aktif turun ke bawah (turba). Gerakan turba tersebut ditopang dengan gencarnya agitasi dan propaganda (Agitprop) di media massa.