MALANG - Bundaran Tugu Malang menjadi salah satu ikon di Malang. Letak bangunannya yang berada di depan Balai Kota Malang dan dekat dengan Stasiun Malang Kota Baru, menjadikan hampir setiap masyarakat yang tiba di Malang menggunakan moda transportasi kereta api.
Namun siapa sangka, Bundaran Tugu Malang awalnya memang tak dibangun tanpa ada tugu. Bangunan ini hanyalah sebuah lapangan luas berbentuk bundar. Alhasil bangunan ikonik ini juga dikenal dengan Alun-alun Bundar untuk membedakan dengan Alun-alun Merdeka yang awalnya dimiliki oleh Kabupaten Malang.
Pakar Sejarah Dr. Reza Hudiyanto menuturkan, peristiwa Malang bumi hangus usai momen proklamasi kemerdekaan di tahun 1945 membuat bangunan - bangunan yang didirikan oleh Belanda ludes dibakar arek-arek Malang. Bundaran Tugu Malang pun dibangun kembali bersamaan dengan balai kota, yang ditandai dengan peletakan baru pertamanya oleh Gubernur Jawa Timur kala itu Doel Arnowo pada 17 Agustus 1946. Pembangunannya disaksikan langsung oleh Wali Kota Malang saat itu M. Sardjono dan diresmikan oleh Ir. Soekarno.
"Bukan bentuknya kolam, tapi itu hanya lapangan, masih kecil itu. Dibangun lagi tahun 1946 setelah kemerdekaan dibangun. Sebelumnya republik kita nggak ada waktu dengan gitu, sibuk ngatasi inflasi kayak gitu, pengungsi, mempertahankan garis demarkasi," kata Reza Hudiyanto.
Filosofi tugu sendiri dibangun karena dari beberapa kota di pedalaman yang bebas dari kekuasaan Belanda, Reza menjelaskan Malang-lah yang menjadi kota paling modern, dari aspek infrastruktur dan paling bagus. Faktor politik pun juga menyertai pembangunan monumen ini.
"Kalau di Solo ada tugu, Jogja ada tugu, kota - kota yang tersisa kan tinggal kota-kota pedalaman. Inisiatif untuk mempertegas negara ini sudah ada. Makanya di pilih Kota Malang," ujarnya.