JAKARTA - Puncak musim kemarau yang tengah berlangsung berdampak pada ketersediaan air bersih di berbagai wilayah Indonesia. Salah satunya berlangsung di Dusun Kalidadap 1, sebuah perkampungan kecil di Kapanewon Imogiri, Kabupaten Bantul, DIY.
Terik panas ditemani suara gemerisik daun kering menjadi saksi bisu perjuangan warga Kalidadap menghadapi musim kemarau.
Puluhan warga mulai berdatangan sembari merunut selang demi selang kecil yang saling berjejer menjalar panjang.
Warga memegangi ujung selang. Sementara di sisi ujung selang yang lain, ditempatkan di sumber mata air.
(Warga sedot air secara manual untuk penuhi kebutuhan)
Dengan tarikan nafas panjang, mereka lalu meyedotnya agar air mengalir sampai jauh untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Ketua RT setempat, Sutarto mengatakan bahwa sebagian besar warga Dusun Kalidadap 1 menghadapi kesulitan mendapatkan pasokan air bersih selama musim kemarau. Di mana puluhan warga secara turun-temurun hampir setiap hari melakukan aktivitas menyedot air dari sumber mata air yang mereka beri nama "Tuk Padukan" dengan cara manual.
"Mereka mengandalkan selang untuk mengambil air. Jadi mereka menyedot air itu nggak pakai mesin, tapi cuma pakai mulut saja. Kalau jumlahnya sekitar 65-an kepala keluarga," terangnya, Kamis (24/08/2023).
Warga terpaksa melakukan rutinitas ini sejak puluhan tahun lalu karena mata air tersebut menjadi satu-satunya sumber air yang bisa mereka dapatkan. Dikatakannya, warga sekitar enggan membuat sumur lantaran biaya yang cukup mahal serta sulit mencari titik lokasi sumber air.
"Kadang sudah bikin sumur dalam-dalam sampai belasan meter tapi tidak keluar air. Biayanya juga mahal, jadi warga memanfaatkan apa yang ada saja," imbuhnya.
Menurut yang dia ketahui dari cerita pendahulunya, sumber mata air ini tak pernah berhenti sekali pun. Namun, seiring berjalannya waktu, debit air menjadi semakin berkurang karena warga yang menggunakan semakin bertambah jumlahnya.
"Kalau dulu, cerita si mbah saya, warga ngambil airnya bukan pakai selang, tapi cuma pakai bambu dan jumlahnya nggak banyak kayak sekarang. Kalau sekarang karena banyak yang pakai, debitnya jadi semakin kecil, apalagi pas musim kemarau," ucapnya.
Dari satu sumber mata air ini, warga menggunakannya untuk keperluan rumah tangga dan perkebunan. Dalam sehari, mereka bisa tiga kali menyedot air dari pagi hingga malam hari.
"Ya kalau ngambil air tiga kali, pagi itu jam tujuh, siang jam dua belasan kalau malam jam sembilan," pungkasnya.
Warga lainnya, Jadin (56) mengungkapkan bahwa dirinya juga menjadi salah satu orang yang ikut memanfaatkan sumber mata mata air tersebut. Air itu ia alirkan untuk menyiram perkebunan miliknya.
"Untuk sawah kalau saya. Biasanya, kalau yang ngambil untuk sawah itu nggak ngambil untuk di rumah, tapi kalau ngambil untuk di rumah, ya nggak ngambil untuk di sawah, bagi-bagi sama tetangga," katanya.
Dia mengatakan bahwa warga sebetulnya sempat memiliki harapan bisa mendapatkan air dengan cara lebih mudah. Hanya saja, instalasi air sumur bor yang sempat dibangun oleh pemerintah pada tahun 2019 lalu menjadi proyek gagal lantaran tidak bisa digunakan.
"Dulu pernah ada PAM, tapi baru dibangun dua bulan sudah tidak bisa mengalir airnya, padahal pipa-pipa itu sudah disalurkan ke rumah-rumah warga. Ya, paling karena nggak ada tuk (mata air)," ujarnya.
BACA JUGA:
Dia dan beberapa warga lainnya bermimpi bisa mengakses layanan air bersih yang lebih mudah. Oleh karena itu, dirinya berharap agar pemerintah bisa memberikan perhatian serius terhadap kekeringan yang mereka alami.
BACA JUGA:
"Ya harapannya ada bantuan sumur bor atau buat penampungan, biar warga nggak terlalu kesulitan ambil airnya," tuturnya.
(Fakhrizal Fakhri )