JAKARTA - Kekeringan mulai terasa di wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara sejak Juni 2024. Bahkan, sejumlah masyarakat mulai kesulitan mendapatkan air bersih. Hal itu dipaparkan Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari dalam Disaster Briefing, dikutip Selasa (23/7/2024).
“Juni sudah tidak hujan, kemudian dampaknya surutnya sumur mulai sulitnya mendapatkan air bersih di tempat-tempat biasa masyarakat mengambil air bersih. Sudah 2 minggu atau 3 minggu setelah terjadinya atau durasi dari hari tanpa hujan, itu sudah sangat terasa di Jawa, Bali, Nusa Tenggara,” ucapnya.
Aam sapaan Abdul Muhari mengatakan bahwa wilayah Nusa Tenggara sangat rentan kekeringan di 2023. “Kita mendapatkan laporan beberapa kali kebakaran hutan dan lahan meskipun dia bukan gambut ya. Tetapi sekali kebakaran Padang sabana atau Padang Sabana itu bisa satu bukit habis gitu ya karena sangat cepat di lalap. Ini juga menjadi perhatian kita bersama.”
“Ada karhutla juga di Lembata satu hektar lahan terbakar ini juga lahan mineral bukan lahan gambut tetapi sekali lagi masih tetap menjadi atensi kita karena efeknya cukup signifikan kepada lingkungan,” ujarnya.
Aam pun mengatakan bahwa wilayah Jawa khususnya Jawa Timur di Mojokerto dan Jawa Tengah di Gunung Kidul mulai melaporkan kekeringan sejak Juni dan berlanjut hingga awal Juli. “Di Jawa, meskipun ada kejadian kebakaran hutan dan lahan tetapi yang menjadi atensi kita Mojokerto, Gunung Kidul dan beberapa tempat lainnya, beberapa kabupaten kota lainnya yang sudah melaporkan beberapa dari beberapa minggu yang lalu ini kejadian kekeringan ini mulai signifikan dirasakan oleh masyarakat dari awal Juli, dari awal Juli tentu saja Ini sebenarnya sudah terjadi dari Juni.”
Oleh karena itu, kata Aam, bahwa minggu ini dimulainya periode karhutla dan dampak kekeringan. “Sekali lagi kita seperti kita sampaikan di awal minggu ini adalah minggu dimulainya periode karhutla dan dampak kekeringan.”