Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Soroti Kawin Tangkap, DPR: UU TPKS Atur Larangan Perkawinan Paksa

Felldy Utama , Jurnalis-Kamis, 14 September 2023 |00:40 WIB
Soroti Kawin Tangkap, DPR: UU TPKS Atur Larangan Perkawinan Paksa
Ilustrasi (Foto: Dok Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Komitmen Ketua DPR RI Puan Maharani bersama anggota DPR lainnya yang terus mengawal penerapan Undang-Undang No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) mendapatkan apresiasi.

Puan dinilai mampu memperjuangkan hak-hak kaum perempuan.

Sebelumnya Puan Maharani menyoroti peristiwa kawin tangkap yang terjadi di Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT. Ia menekankan bahwa perempuan berhak menentukan pilihannya, karena hal tersebut merupakan hak asasi manusia.

Puan pun memahami pentingnya menghargai keanekaragaman budaya di Indonesia, namun ia mengingatkan agar jangan sampai budaya mencederai hak-hak perempuan.

“Sekarang kita sudah memiliki UU TPKS yang mengatur adanya larangan perkawinan paksa. Aturan ini harus ditegakkan dan disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat, terutama tokoh agama dan tokoh adat di daerah-daerah,” ujar Puan, Rabu (13/9/2023).

Adapun larangan pemaksaan perkawinan tertuang dalam Pasal 10 UU TPKS dengan ancaman bagi pelaku penjara paling lama sembilan tahun, dan denda Rp 200 juta.

Pasal tersebut berbunyi: (l) Setiap Orang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain, atau kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena pemaksaan perkawinan, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp200.00O.0O0,00 (dua ratus juta rupiah).

Pada pasal itu turut diatur pemaksaan perkawinan termasuk dengan pemaksaan perkawinan anak, pemaksaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktik budaya, atau pemaksaan perkawinan korban dengan pelaku perkosaan.

“Jadi budaya kawin paksa ini merupakan hal yang melanggar undang-undang dan bisa dipidana,” ungkap Puan.

Sejumlah anggota DPR juga kerap menyuarakan soal pentingnya penerapan UU TPKS dalam kasus-kasus kekerasan seksual, khususnya yang terjadi pada perempuan. Salah satunya adalah Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto.

Didik menyayangkan implementasi UU TPKS yang masih sering tidak digunakan dalam rujukan penerapan hukuman dalam kasus kekerasan seksual.

"Kita sedang berperang melawan kekerasan seksual yang sudah seperti fenomena gunung es. Polisi harus menjadi yang terdepan mendukung pemberantasan kekerasan seksual, salah satunya adalah dengan menegakkan UU TPKS,” ungkap Didik Mukrianto.

Didik mendesak agar segala bentuk pidana kekerasan seksual diusut dengan UU TPKS. Hal ini lantaran banyak pidana kekerasan seksual yang diketahui belum menggunakan rujukan UU TPKS dengan dalih belum adanya aturan teknis.

Oleh karenanya, Didik kembali mengingatkan Pemerintah agar cepat menerbitkan aturan turunan agar UU TPKS bisa lebih efektif.

“UU TPKS bukan hanya efektif terhadap penegakan hukumnya, tapi juga dapat lebih melindungi korban kekerasan seksual dalam berbagai aspek,” terang Didik.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement