Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Menkumham Ungkap Pengalaman Hidupnya, Dijuluki Anak Kolong Sewaktu Kecil

Arie Dwi Satrio , Jurnalis-Jum'at, 27 Oktober 2023 |12:47 WIB
Menkumham Ungkap Pengalaman Hidupnya, Dijuluki Anak Kolong Sewaktu Kecil
Menkumham Yasonna Laoly. (Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menceritakan kisah hidupnya yang sejak kecil serba sederhana hingga akhirnya berhasil menjadi pejabat negara. Sewaktu kecil, ia dijuluki dengan sebutan anak kolong.

"Anda sekalian pasti sudah mengira bahwa saya anak polisi yang lazim dijuluki 'anak kolong'," kata Yasonna dikutip pada Jumat (27/10/2023).

"Tidak salah anggapan itu, memang saya anak seorang polisi, tapi soal anak kolong, saya memang lebih sering tidur di kolong. Entah itu kolong meja, kolong bangku dan paling sering kolong tempat tidur," sambungnya.

Kisah hidupnya tersebut tertuang dalam buku 'Anak Kolong Menjemput Mimpi'. Pia kelahiran 23 Mei 1953 tersebut memang merupakan anak polisi. Yasonna mengaku sebagai anak polisi tak lantas membuatnya hidup bermewah-mewahan. Ia mengklaim justru hidup sangat sederhana sejak kecil.

Dari kehidupan sederhana sewaktu kecilnya, Yasonna mengaku banyak mengambil hikmahnya. Dia menjelaskan kerap tidur di bawah kolong. Ia menyebut, hal itu bukan disengaja, melainkan memang karena kondisi rumah orang tuanya yang sangat kecil.

"Ini bukan disengaja, karena memang banyak tamu, banyak saudara dan siapapun datang ke rumah kami. Padahal rumah kami kecil, maklum rumah dinas asrama polisi di Sibolga. Saya menghabiskan masa kecil saya di Sibolga tapi saya lahir di Sorkam, sebuah dusun yang letaknya dekat dengan Sibolga," ujarnya.

Yasonna mengungkapkan, kendati dirinya anak kampung, namun dia memiliki cita-cita yang sangat tinggi. Ia teringat dengan kata-kata Presiden pertama RI, Soekarno.

"Jadi, saya ini anak kampung, tapi saya bercita-cita tinggi, seperti Bung Karno pernah mengatakan: 'Gantungkan cita-citamu setinggi langit. Kalau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang bintang'," ungkapnya.

Yasonna menyebut, Desa Sorkam tempat kelahirannya merupakan desa terindah baginya. "Berdasarkan literatur yang saya baca, sejak abad ke-16, Sorkam sudah berjaya sebagai penghasil kemenyan. Nah, itulah desa kelahiran saya, Sorkam," ucapnya.

"Kembali ke soal anak kolong, ayah saya berasal dari Nias bernama Faoga’aro Laoly, pangkat terakhirnya Mayor. Ibu saya Resiana Sihite berasal dari suku Batak," tuturnya.

Dia mengisahkan, orang tuanya pernah sempat mengontrak rumah, sampai akhirnya diberi izin tinggal di rumah dinas. Tapi, dia mengaku bahwa rumah dinas yang ditempatinya tersebut sangat sederhana.

"Jangan berpikir rumah dinasnya besar, sama sekali tidak, rumah dinas bapak kami memiliki dua kamar, satu dipakai bapak dan mamak, satu kamar lagi untuk kami, saya punya enam adik, bayangkanlah itu betapa sesaknya tidur saling menempelkan kepala macam itu," kenangnya.

"Kalau ada tamu, kami dievakuasi ke ruang tamu, dan saya kebagian tidur di kolong. Jadi benarlah, kalau saya ini anak kolong," katanya.

Yasonna mengungkapkan, kenangan sebagai anak kolong membuatnya tertempa untuk menjadi pribadi yang mandiri, berempati tapi juga tegas dan profesional. "Satu lagi, nilai yang sangat saya junjung tinggi, yaitu integritas. Nilai ini selain memperoleh contoh dari orang tua, lebih tajam lagi tertempa pada diri saya sejak di bangku kuliah," ungkapnya.

"Maka saya kira, kampus memang sudah seharusnya memiliki aksentuari pada nilai-nilai integritas dan etika dalam proses pendidikannya. Karena profesi apa pun yang akan dihasilkan oleh universitas, dia harus menjadi manusia yang berintegritas dan beretika dalam bidangnya. Sumber daya manusia seperti itulah yang dibutuhkan Indonesia untuk menyongsong “Visi Indonesia Emas 2045,” ujarnya.

Yasonna mengatakan, dirinya diizinkan Tuhan untuk mendapat pengalaman menjadi anak sederhana, yang menempuh Pendidikan tinggi hingga strata tiga (S3), menjadi aktivis mahasiswa di bangku kuliah.

Kemudian, ia mengaku ditugaskan menjadi dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Nommensen, menjadi politisi sebagai anggota DPRD dan anggota DPR RI, dan terakhir menjadi birokrat sebagai menteri.

"Jika kita bawa nama Tuhan dalam setiap langkah dan pekerjaan kita, maka kita akan selalu berpikir tentang kebaikan, menghindari keburukan, dan yang terpenting kita akan merasa selalu dilindungi dan ditolong Tuhan. Atas dasar pemikiran itu pula, kepada pegawai di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM yang saya pimpin sejak tahun 2014, saya tanamkan," tuturnya.

(Erha Aprili Ramadhoni)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement