JAKARTA - Mantan Pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, menjalani sidang sebagai terdakwa kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (27/11/2023).
Dalam persidangan, Rafael mengklaim bahwa mendiang sang ibu, Irene Suheriani Suparman semasa hidupnya memiliki banyak emas batangan yang kemudian menjadi warisan kepada seluruh anaknya.
"Dalam perjalanan waktu, jadi izin menjawab, Yang Mulia, dan menjelaskan bahwa ibu saya ini mempunyai banyak emas batangan simpanan dari masa lalu. Jadi kakek saya itu TNI Angkatan Udara, yang membangun Lapangan Udara Hasanuddin dan Lapangan Udara Maospati, jadi dari Maospati pindah ke Hasanuddin. Kemudian, kakek saya juga memiliki pabrik rokok, pabrik tegel di Madiun setelah pensiun," kata Rafael Alun di ruang sidang, Senin.
Rafael mengatakan, ibunya suka menjalani dunia bisnis. Bahkan, menurut Rafael, emas batangan itu disimpan ibunya di dalam rumah.
"Nah, beliau memiliki banyak emas dan ketika menikah dengan ayah saya, ibu saya masih suka berbisnis seperti saya atau saya seperti ibu saya, maaf. Jadi ibu saya banyak berbisnis dan selalu menyimpannya dalam bentuk emas batangan itu disimpannya di rumah dan yang tahu jumlahnya berapa itu saya dibandingkan kakak-kakak saya karena kami sifatnya sama, Yang Mulia, dan wajah kami kebetulan mirip. Saya mirip ibu saya dibandingkan dua kakak saya dan adik saya," ujarnya.
Rafael mengaku dirinyalah yang paling mengetahui jumlah emas batangan milik ibunya dibanding saudaranya yang lain. Dia menceritakan bagaimana ibunya menyimpan emas batangan itu di rumah.
"Nah, pada saat itu saya menyampaikan kepada ibu saya, menyarankan 'Bu, ibu kan sudah tua, emas ibu banyak, daripada ibu simpan emas ada risiko ibu sering kehilangan, simpan uang kehilangan' karena ibu saya juga tidak menyimpannya di bank, Yang Mulia. Jadi model-model lemari zaman dulu itu ada semacam jendela begitu, tapi sebetulnya laci di dalamnya, alas kaki di bawah seperti ini, Yang Mulia, sebetulnya bisa dicongkel, ditarik, ada laci di dalamnya,” ucapnya.
“Itu lemari-lemari dari jati zaman dulu. Nah, ibu saya menyimpannya di situ dan di lemari tanam di rumahnya itu ada semacam tanah yang digali ke bawah itu ditutup dengan teraso dan itulah ibu saya menyimpan emas-emasnya di situ," sambung dia.
Lebih jauh, ia mengatakan bahwa pernah menyarankan kepada sang ibu untuk menggunakan emas batangan tersebut dalam membeli tanah.
"Nah, saya menyarankan kepada ibu saya 'daripada ibu menyimpan itu kenapa nggak dibelikan tanah aja, toh ibu sudah tua, daripada ibu menyimpan emas, nanti kalau ibu ada apa-apa itu hilang percuma. Kalau menyimpan tanah ibu kan emang sukanya jual beli tanah' tapi paling nggak itu tidak hilang bisa diwariskan kepada anak-anaknya. Nah, ibu saya ini emang tidak suka dari mudanya dengan yang namanya rekening bank," jelasnya.
Sebagai informasi, mantan pejabat DJP Rafael Alun Trisambodo didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp16.644.806.137 (Rp16,6 miliar). Ayah Mario Dandy Satriyo tersebut didakwa menerima gratifikasi belasan miliar bersama-sama istrinya, Ernie Meike Torondek.
Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wawan Yunarwanto membacakan surat dakwaan Rafael Alun Trisambodo di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 30 Agustus 2023.
"Terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa, sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, menerima gratifikasi yaitu menerima uang seluruhnya sejumlah Rp16.644.806.137," kata Jaksa Wawan.
JPU menyebut Rafael Alun dan istrinya menerima gratifikasi dari beberapa perusahaan di antaranya, PT Artha Mega Ekadhana (PT ARME); PT Cubes Consulting; PT Cahaya Kalbar; dan PT Krisna Bali International Logistik.
Untuk diketahui, Ernie Meike Torondek merupakan Komisaris sekaligus pemegang saham di PT ARME, PT Cubes Consulting, dan PT Bukit Hijau Asri. Penerimaan gratifikasi tersebut, kata jaksa, bertentangan dengan jabatan Rafael di Direktorat Jenderal Pajak.
Diuraikan jaksa, Rafael Alun dan Ernie Meike Torondek menerima gratifikasi melalui PT ARME sebesar Rp1,6 miliar dari para wajib pajak. Selain itu, Rafael Alun juga menerima dana taktis yang bersumber dari para wajib pajak melalui PT ARME sejumlah Rp2,56 miliar.
Kemudian, Rafael Alun juga menerima uang sebesar Rp4,4 miliar melalui PT Cubes Consulting. Uang tersebut merupakan pendapatan Rafael Alun atas jasa operasional perusahaan yang tidak dilaporkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Rafael Alun disebut juga menerima Rp6 miliar yang disamarkan lewat pembelian rumah di Taman Kebon Jeruk Blok G1 Kavling 112, Jakarta Barat. Uang yang disamarkan dalam bentuk rumah itu diberikan oleh anak usaha PT Wilmar Group, PT Cahaya Kalbar selaku wajib pajak di Kantor Pusat DJP Jakarta.
Terakhir, Rafael disebut menerima uang sejumlah Rp2 miliar dari Direktur PT Krisna Group, Anak Agung Ngurah Mahendra. Atas perbuatannya, Rafael Alun didakwa melanggar Pasal 12 B Juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
(Arief Setyadi )