Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Jejak Generasi Intelektual yang Tersapu Gelombang Politik 1965 hingga Terkurung di Luar Negeri

Awaludin , Jurnalis-Kamis, 29 Februari 2024 |23:48 WIB
 Jejak Generasi Intelektual yang Tersapu Gelombang Politik 1965 hingga Terkurung di Luar Negeri
PPI Belanda dan Amsterdam (foto: dok ist)
A
A
A

Lea Pamungkas, seorang aktivis kemanusian, mengungkapkan, “Eksil Indonesia tahun 1965 menunjukkan situasi unik yang belum pernah terjadi di negara lain. Mereka dibuang oleh pemerintah yang sedang berkuasa saat menjadi representasi Indonesia di luar negeri. Mereka kehilangan hak sebagai warga negara dan terkurung di negeri lain selama puluhan tahun,” ungkap Lea.

Pada sidang International People’s Tribunal di Den Haag tahun 2015, dinyatakan ada sembilan pelanggaran HAM berat terkait kejadian 1965. Lea menambahkan, di antaranya, penyiksaan dan propaganda kebencian menjadi kejahatan yang dialami oleh eksil Indonesia.

"Tanpa mengalami penyiksaan fisik, mereka tetap merasakan penyiksaan emosinal yang tak kalah menyakitkan. Bukan hanya kehilangan identitas tanpa proses hukum yang adil, tetapi menjadi sasaran stigmatisasi institusional,” imbuhnya.

Sungkono memperkuat pernyataan tersebut dengan menyebutkan praktik KBRI di Moskow yang menegaskan streotipe negatif kepada para eksil. “KBRI mengeluarkan surat pencabutan kewarganegaraan secara massal, sekaligus memperingatkan warga Indonesia lainnya di Uni Soviet untuk tidak memberikan bantuan apapun, baik moril dan materil,” ungkapnya.

Stigmatisasi tersebut tidak hanya berdampak pada para eksil tetapi juga menimpa keluarga mereka di Indonesia. Hal yang sama disampaikan Wati. “Saya memutuskan untuk tidak berkomunikasi dengan kerabat di tanah air, demi menghindari dampak lebih lanjut terhadap mereka,” ungkapnya.

Para peserta diskusi mengungkapkan bahwa meskipun bertahun-tahun telah berlalu, stigma terhadap eksil masih berlangsung.

“Persepsi negatif tentang eksil sebagai sosialis, komunis, dan penghianat negara masih ada. Terbukti dengan penolakan film eksil di sebuah kota di Indonesia. Ini menunjukan bahwa kita memiliki kebebasan, tetapi belum sepenuhnya Merdeka,” ujar salah satu mahasiswa peserta diskusi.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement