Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Jejak Generasi Intelektual yang Tersapu Gelombang Politik 1965 hingga Terkurung di Luar Negeri

Awaludin , Jurnalis-Kamis, 29 Februari 2024 |23:48 WIB
 Jejak Generasi Intelektual yang Tersapu Gelombang Politik 1965 hingga Terkurung di Luar Negeri
PPI Belanda dan Amsterdam (foto: dok ist)
A
A
A

Sayangnya, upaya pemerintah dalam menangani isu eksil Indonesia tahun 1965 tampak stagnan. Lea menyoroti. “Presiden Gus Dur merupakan satu-satunya pemimpin yang telah meminta maaf atas tragedi 1965, dan berjanji akan melakukan pemulihan termasuk kepada para eksil. Namun sebelum inisiatifnya terwujud, masa jabatannya telah berakhir,” tegasnya.

Pada tahun 2023, pada era pemerintahan Joko Widodo, pemerintah mengakui adanya pelanggaran HAM yang berkaitan dengan G30S. Dalam sebuah diskusi yang diwakilkan oleh Menko Polhukam Mahfud MD, diadakan pertemuan dengan eksil Indonesia di Belanda. Agenda utama kegiatan tersebut adalah kemudahan pelayanan imigrasi kepada para eksil yang ingin kembali ke Indonesia.

Wati, dengan nada kritis, menanggapi, “Penawaran visa tersebut seperti tindakan simbolis yang kurang menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang kami derita. Kami mengharapkan permintaan maaf resmi dari negara dan penyelesaiannya secara yudisial - secara hukum, termasuk pencabutan TAP MPR No XXV/MPRS/1966. Namun, realisasi dari harapan ini tampak masih jauh dari kenyataan,” ungkap Wati.

Sejak pecahnya kejadian G30S 1965, rasa kecewa, sedih, dan marah terhadap sikap pemerintah memang tak terelakan. Namun pasangan suami istri tersebut memilih untuk melangkah maju.

“Saya sempat kuliah kedokteran di Tiongkok, namun tidak dapat menyelesaikannya karena situasi yang ada. Meskipun tidak bisa menjadi dokter, saya tidak berhenti mencari alternatif. Dalam pengungsian, saya belajar giat agar menjadi juru rawat dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Seperti itulah hidup harus dimaknai, bahwa sebuah tragedi tidak seharusnya menghentikan semangat berusaha,” ujar Wati.

Timur, yang juga merupakan eksil generasi kedua dan hadir dalam diskusi tersebut, menampilkan karya-karya lukisannya sebagai ekspresi dari ketahanan hidup. Meskipun menghadapi pengasingan, beliau tetap berusaha memberikan manfaat bagi orang lain dengan menjadi relawan di panti asuhan di Rusia.

Dengan penuh semangat, Timur berbagi ceritanya, "Kehilangan identitas, sebuah hak dasar manusia, tidak menghalangi kami untuk tetap memegang teguh kemanusiaan. Selama saya menjabat sebagai relawan, saya telah menciptakan sejumlah lukisan yang menggambarkan para lansia bersama hewan-hewan liar yang tangguh, sebagai simbol sahabat yang menjaga mereka di masa tua," tutur Timur.

Melalui pengabdiannya yang tulus, Timur mengajarkan bahwa bahkan dalam kondisi yang paling menantang sekalipun, masih mungkin untuk memberikan sumbangsih positif kepada masyarakat.

Sungkono melengkapi, “Saya berasal dari keluarga petani, dan saya mengambil jurusan teknik mesin dengan harapan dapat berperan dalam meningkatkan efisinsi pertanian dengan alat modern. Meski impian itu tidak pernah bisa saya realisasikan, saya berpesan kepada kalian generasi muda : Anda adalah matahari terbit bagi bangsa Indonesia, sementara kami, para eksil- adalah matahari terbenam.”

Namun, penting bagi kita untuk memelihara api. Beranilah memperjuangkan apa yang benar. Meskipun Jalan kalian masih panjang dan ujungnya tidak terlihat, teruslah berjalan maju demi bangsa Indonesia. Saya, untuk selamanya akan tetap menjadi orang Indonesia,” pungkas Sungkono.

Ahmad Abyan Aushaf, Sekjen PPI Belanda 2023-2024 menyampaikan, harapan digelarnya diskusi mengenai eksil bisa membuka ruang-ruang Sejarah yang belum pernah terpublish.

“Diskusi eksil ini diharapkan bisa membuka pengetahuan generasi muda tentang peristiwa masa lalu yang selama ini jarang dikuak di ranah publik. Dengan berdiskusi dan mendengarkan pengalaman langsung dari para eksil, kita bisa lebih tahu tentang kronologi dan konteks peristiwa saat itu sehingga membuat kita lebih kritis dan terbuka untuk perbaikan masa depan bangsa," ujar Abyan.

Bersamaan dengan pergantian hari menuju malam, acara diskusi tersebut berakhir dengan suasana haru. Hari itu kami menyaksikan matahari terbenam yang apinya tak pernah padam. Meskipun peserta diskusi beranjak meninggalkan ruangan, semangat dan pesan yang dibagikan terus membakar semangat juang, mengingatkan bahwa esok hari matahari akan terbit kembali.

(Awaludin)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement