"Kemenag untuk bisa selalu mengupayakan bahwa kalau kita bersama, kalau tidak bisa menjaga kedamaian. Sudah saling menghargai dan menghormati jangan ribut-ribut sehingga malah justru berantem,"ujar dia.
Senada dengan, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Astronomi, Prof Thomas Djamaludin yang mengatakan bahwa hasil kesepakatan Menteri Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) digunakan pemerintah untuk mencari titik temu dalam perbedaan.
"Setidaknya dengan metode mainstream, hisab rukyat terus menerus diupayakan agar ada titik penuh, kriteria MABIMS sebenarnya titik temu antara metode rukyat dan hisab. Tata rukyat dipakai dicari kriteria untuk bisa dijadikan kriteria hisab itu titik temu yang sudah kita peroleh," katanya.
Namun jika ada beberapa ormas yang tidak ingin mengikuti ketetapan tersebut, maka tetap harus dihargai. Akan tetapi, pemerintah, kata Thomas terus melakukan pendekatan ke semua pihak aga umat mendapatkan keseragaman, ketentraman dalam mengawali ibadah puasa dan saat mengakhirinya.
"Ada kemudian kelompok yang tidak mau ikut pada titik temu itu kita hargai juga. Kalau ada perbedaan itu," pungkasnya.
(Awaludin)