Sunnah Sahur yang Hebat
Dia melihat kebiasaan sahur di negeri ini tidak hanya sekedar makan dan minum untuk menguatkan tubuh di siang hari ramadhan, lebih dari itu yakni ketakjuban terhadap ulama, warga, serta para penuntut ilmu dari berbagai negara di tempatnya belajar, ialah menganggap sahur sebagai ajang untuk membiasakan diri bangun di sepertiga akhir malam serta merenungi tanda-tanda kekuasaan Allah yang Maha Besar yang tersimpan di dalamnya.
Sebab, menurut hadits dari Abu Hurairah (diriwayatkan), bahwa Rasulullah saw bersabda: Tuhan kami (Allah) tabaraka wa ta‘ala turun ke langit dunia setiap malam ketika sepertiga malam yang terakhir seraya berfirman: Siapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka akan Aku beri. Siapa yang meminta ampun kepada-Ku, maka akan Aku ampuni [H.R. al-Bukhari dan Muslim, dengan lafaz al-Bukhari].
Selain memandang waktu sahur sebagai waktu yang berkah, Para Ulama Negri Syam khususnya juga berpandangan bahwa kegiatan sahur itu sendiri adalah berkah, sehingga jika kita menggunakan kacamata yang sama seperti yang dilakukan oleh Para Ulama, niscaya sahur kita bukanlah sekedar sahur biasa akan tetapi jauh lebih bermakna dan mendapat ganjaran yang besar dan nyata.
Bukan Sembarang Iftar
Setelah melaksanakan siang yang panjang di bulan ramadhan, yakni sekitar 14 jam lamanya, tidak berhenti di sana ketakjuban yang dirasakan oleh Adzan, sebab tepat setelah terbenamnya matahari, dan terkumandanglah “Allahu Akbar Allahu Akbar” dari masjid-masjid yang saling bersahutan, lagi-lagi mereka tidak memaknai iftar sebagaimana biasanya.
Iftar bukanlah ajang balas dendam atas rasa lapar dan haus yang dirasakan di tengah teriknya surya dan juga sesekali dingin yang menusuk tubuh, mereka memaknai iftar tersebut yakni sebagai sarana mendapatkan kecintaan (mahabbah) dari Allah dan Rasul-Nya sebab sangat tipis perbedaan antara keduanya, yakni dalam niat ketika melakukannya.
Mereka mengisi kegiatan baik sebelum dan saat iftar dengan berbagai macam kegiatan yang postif, misalnya seperti yang dilakukan oleh Isa Roee, seorang pelajar dari Malaysia di Suriah, ketika diwawancarai tentang bagaimana Ramadhan di Tanah Para Nabi ini, ia menjelaskan bahwa ibadah seperti tadarus Al-Qur’an, berdzikir, Muroja’ah serta ibadah lainnya yang dilakukan bersama-sama dengan banyak pelajar dari berbagai negara lain, seperti Indonesia, India, Pakistan, Guinea, Malawi, Burkina Faso, Thailand, Filipina dan lainnya hingga terasa lebih syahdu dan menyenangkan.
“Ramadhan adalah bulannya umat islam, bulan untuk berlomba-lomba berbuat kebajikan dan beribadah sebanyak-banyaknya, sebab ganjaran (pahala) saat ramadhan dilipat gandakan, sehingga sangat disayangkan bila penuntut ilmu seperti kami khususnya menyia-nyiakan momentum emas ini.” tutur Isa Roee.
Maka, sudah sepantasnya bagi kita untuk mencontoh semangat yang membara dari para ulama, warga, juga para pelajar yang berada di Tanah Para Nabi ini, besar harapan kita mampu memaksimalkan Ramadhan tahun ini dengan sebaik-baiknya, sebab tak ada satupun jaminan untuk kita dapat berjumpa lagi dengan Ramadhan di tahun yang akan datang.
Dan ya, inilah Ramadhan kami, Ramadhan Spektakuler di Tanah Para Nabi.
Adzani Wildan Muslim
Mahasantri Cham International Islamic Center, Damaskus
PPI Suriah
(Fakhrizal Fakhri )