Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Ketupat: Simbol Komunikasi dan Enkulturasi Budaya dalam Perayaan Idul Fitri di Indonesia

Opini , Jurnalis-Minggu, 31 Maret 2024 |16:29 WIB
Ketupat: Simbol Komunikasi dan Enkulturasi Budaya dalam Perayaan Idul Fitri di Indonesia
Ilustrasi (Foto: Dok Okezone)
A
A
A

 

JAKARTA - Perayaan Idul Fitri bukan sekadar momen religius umat muslim semata. Di Indonesia, perayaan ini merupakan puncak dari serangkaian proses enkulturasi budaya yang unik dan kaya akan makna. Dalam konteks ini, salah satu simbol yang paling mencolok adalah ketupat. Ketupat bukan hanya makanan khas, melainkan juga mengandung pesan moral dan spiritual yang mendalam.

Dilansir dari laman https://diskominfo.kaltimprov.go.id/ , asal usul kata “Ketupat” dari akar kata “Kupat” mencerminkan filosofi mendalam di balik simbolisme Ketupat. “Kupat” memiliki makna ganda sebagai “ngaku lepat” (mengakui kesalahan) dan “laku papat” (empat tindakan). Isian beras pada Ketupat melambangkan hawa nafsu manusia yang perlu ditahan dan dikendalikan menuju kesucian dan kesempurnaan. Daun kelapa muda atau janur, sebagai pembungkus Ketupat, mengandung makna metaforis dari “jatining nur” atau cahaya sejati yang merujuk pada hati nurani manusia. Gabungan semua elemen tersebut memberikan Ketupat sebagai simbol manusia yang mampu menahan hawa nafsu dan mengikuti panggilan hati nurani dalam menjalani kehidupan.

Bila kita lihat makna yang lebih dalam lagi, Ketupat bukan merupakan sebuah hidangan melainkan representasi dari nilai-nilai moral dan spiritual yang kaya dalam masyarakat Indonesia. Melalui simbolisme dan filosofi yang terkandung dalam Ketupat, membuka ruang penghayatan akan makna yang lebih dalam dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan menjadi bagian dari Enkulturasi di Indonesia. Menurut Kottak (Eko A. Meinarno dkk, 2023: 206), Enkulturasi merupakan proses kemasyarakatan yang memiliki sifat lintas generasi dan memiliki kemungkinan manusia untuk menyampaikan dan belajar tentang kebudayaannya (Kottak, 2006).

Komunikasi memiliki peran penting dalam proses enkulturasi budaya. Menurut Marion L. Dobert dkk (1984) menyatakan bahwa enkulturasi (Eko A. Meinarno dkk, 2015: 206): “it has been said as cultural transmission or as a process of acquiring complex patterns with simultaneous activity, organizational material, ideological, emotional, social, act/response elements.”

Pernyataan tersebut dapat dikaitkan dengan teori komunikasi, khususnya teori transmisi budaya dalam konteks enkulturasi. Teori ini mengemukakan bahwa komunikasi memainkan peran penting dalam mentransmisikan dan memperoleh pola-pola kompleks dalam budaya. Menurut Marion L. Dobert dkk (Eko A. Meinarno dkk, 2015: 206), enkulturasi juga dapat dijelaskan sebagai proses transmisi budaya atau proses memperoleh pola-pola kompleks yang melibatkan berbagai elemen seperti aktivitas, materi organisasi, ideologi, emosi, sosial, serta tindakan dan respons.

Dalam konteks ini, teori komunikasi transmisi budaya dapat dipahami sebagai landasan yang menjelaskan bagaimana pesan-pesan budaya disampaikan, dipahami, dan dipertukarkan antara individu dan kelompok dalam masyarakat. Komunikasi memfasilitasi proses enkulturasi dengan menghubungkan individu dengan budaya mereka melalui interaksi, penyampaian pesan, dan pertukaran informasi.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement