Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Kritik RUU Penyiaran, Praktisi Hukum Soroti Norma Larangan Penayangan Jurnalisme Investigasi Eksklusif

Achmad Al Fiqri , Jurnalis-Jum'at, 14 Juni 2024 |21:21 WIB
Kritik RUU Penyiaran, Praktisi Hukum Soroti Norma Larangan Penayangan Jurnalisme Investigasi Eksklusif
Praktisi hukum kritik RUU Penyiaran (Foto: MPI)
A
A
A

JAKARTA - Praktisi hukum Deolipa Yumara mengkritik Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang tengah ditunda pembahasannya oleh DPR. Menurutnya, aturan tersebut bisa menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat dan jurnalis.

Kritik itu dilayangkan Deolipa dalam diskusi publik yang diselenggarakan Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) bertajuk “Menakar Urgensi RUU Penyiaran” di Kawasan Jakarta Selatan, Jumat (14/6/2024).

Salah satu yang dikritik yakni norma larangan penayangan konten ekslusif junalistik investigasi yang tercantum dalam Pasal 50B ayat (2) RUU Penyiaran.

"Nah ternyata ada kata-kata eksklusif, tapi eksklusifnya juga nggak bisa dibahas, gimana kalau kita nggak tahu, apa tidak eksklusif atau eksklusif. Jadi ini adalah kata-kata yang kemudian sangat-sangat multitafsir," ujar Deolipa.

Deolipa menilai, diksi "eksklusif" dalam beleid RUU itu sangat multitafsir dan berpotensi menghambat kerja jurnalistik. Padahal, sambungnya, kerja jurnalistik adalah juga kerja-kerja investigasi.

“Jadi kerja jurnalis, kerja pers itu 90% adalah investigasi, 10% adalah menyiarkan, kan gitu," ucap Deolipa.

Menurutnya, pelarangan terhadap jurnalistik investigasi eksklusif sangat berbahaya dan tidak masuk akal. Deolipa menegaskan, kerja pers telah diatur dalam UU Pers dan UU ITE.

“Undang-undang ITE ada, selesai urusan. Siapa lagi yang dikejar? Kalau yang diketar penyiaran, penyiaran juga bagian dari pers," kata Deolipa.

Sementara itu, advokat konstitusi, Viktor Santoso Tandiasa mengatakan, pembentukan UU itu harus dilandasi dengan niat yang baik. Niat itu, kata Viktor, terlihat dalam norma yang dituangkan.

"Bagaimana melihatnya? Saat mempunyai niat baik atau political will yang baik, mana kemudian norma itu tentunya secara jelas dan tidak multitafsir. Harus jelas penyampaiannya niat itu," kata Deolipa.

"Kalaupun misalnya dalam perumusan norma itu masih kurang jelas, maka ada bagian penjelasan. Diturunkan pada bagian penjelasan apa yang dimaksud investigasi secara esklusif," terang Viktor.

(Fakhrizal Fakhri )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement