Meskipun tingkah-lakunya tomboi, wajah dan bentuk tubuhnya tetaplah perempuan, sehingga tak mungkin ia mengelabui orang dengan bertingkah bak seorang prajurit. Cara berjalan Gayatri pun jauh dari seorang prajurit-dan ia pun tak tahu cara memegang senjata.
Gayatri tetap bersikeras mengenakan busana laki-laki, karena begitulah yang dilakukan pahlawannya Candra Kirana dalam kisah Panji. Namun, akhirnya ia menyadari bahwa nasehat sang pelayan adalah yang terbaik. Yang harus dilakukannya sekarang adalah mencari tempat persembunyian aman, sampai ia berhasil mendapatkan informasi tentang berapa banyak sekutu ayahnya yang masih hidup, lalu mengajak mereka bekerjasama untuk memulihkan kekuasaan sang ayah dan melaksanakan kebijakan-kebijakannya.
Dengan nama barunya, Ratna Sutawan, dan ditemani seorang abdi setia, Gayatri menanti nasibnya. Para penyerbu lantas memutuskan bahwa semua orang yang tertangkap di lingkungan istana digiring ke Daha, Ibu Kota Kediri dan kampung halaman Jayakatwang, Raja yang memerintahkan penyerangan terhadap ayahanda Gayatri.
Awalnya, ia mengira tempat tinggal barunya ini adalah neraka, namun ternyata mereka berada di bawah yurisdiksi bangsal perempuan Keraton Kediri, yang memperlakukan mereka dengan baik. Bahkan, Ratu Kediri pun menaruh perhatian.
Diperkenalkannya Gayatri pada putri raja Kediri, yang ternyata seumuran dan menyambut ramah Gayatri. Mereka tak pernah mempertanyakan lebih jauh asal- usul Gayatri. Demikianlah Gayatri bersembunyi di wilayah musuh sambil mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, seraya menanti kemunculan "Pangeran Panji".
(Awaludin)