Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Anggota DPR Ini Ungkap Alasan RUU Pilkada Batal Disahkan: Pembahasan Kilat Tanpa Partisipasi Publik

Qur'anul Hidayat , Jurnalis-Jum'at, 23 Agustus 2024 |15:45 WIB
Anggota DPR Ini Ungkap Alasan RUU Pilkada Batal Disahkan: Pembahasan Kilat Tanpa Partisipasi Publik
Didi Irawadi Syamsuddin. (Foto: Dok Okezone)
A
A
A

JAKARTA - DPR RI memutuskan membatalkan melakukan Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada yang sebelumnya diinisiasi oleh Badan Legislatif (Baleg). Anggota DPR RI Didi Irawadi Syamsuddin mengungkapkan RUU Pilkada sudah seharusnya dibatalkan.

"RUU Pilkada dibahas di Baleg dalam waktu yang sangat singkat dan tanpa melibatkan partisipasi publik, wajarlah jika menuai penolakan mulai dari para akademisi, civil society, mahasiswa hingga masyarakat luas. Ada kekhawatiran bahwa RUU ini didorong oleh kepentingan politik pihak tertentu," ujar Didi, Jumat (23/8/2024).

Sebelumnya, Baleg DPR menyetujui untuk merevisi UU Pilkada yang materinya tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Sikap Baleg itu pun menuai gejolak publik, hingga akhirnya masyarakat dari berbagai kalangan menggelar aksi demonstrasi termasuk di depan Gedung DPR.

Didi menilai, proses pembahasan kilat di Baleg DPR yang tidak mengakomodasi semua putusan MK dalam RUU Pilkada tersebut telah melukai hati rakyat.

"RUU yang dibahas di Baleg dianggap tidak melibatkan partisipasi publik secara cukup. Juga proses legislasi yang tidak transparan atau terlalu cepat dapat mengabaikan masukan dari berbagai stakeholder, seperti pemilih, calon kepala daerah, dan LSM, yang mungkin memiliki pandangan penting mengenai aturan pemilihan," terang mantan Anggota Baleg DPR itu.

Proses pembahasan RUU Pilkada di Baleg DPR diketahui dilakukan hanya kurang dari 7 jam. Rapat dilaksanakan pada hari Rabu 21 Agustus 2024, tepat pukul 10.00 WIB dan berakhir pada pukul 16.55 WIB dengan keputusan yang tidak sejalan seperti amanat MK.

Adapun MK mengabulkan sebagian gugatan terhadap UU Pilkada dan menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD.

Lewat putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, MK mengubah aturan pada Pasal 40 UU Pilkada yang mengatur ambang batas pencalonan di Pilkada. MK menyatakan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada inkonstitusional.

Dengan putusan MK, ambang batas pengajuan paslon yang akan berkontestasi dalam Pilkada serentak berubah dari 20 persen perolehan kursi DPRD atau 25 persen suara sah Pileg menjadi mulai dari 6,5 persen sampai paling tinggi 10 persen yang diklasifikasikan berdasarkan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) masing-masing Provinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

Tak hanya soal aturan ambang batas pencalonan, MK juga memutuskan gugatan soal syarat usia calon kepala daerah. MK menolak gugatan mengenai pengujian ketentuan persyaratan batas usia minimal calon kepala daerah.

Dari putusan itu, MK menegaskan syarat batas usia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur serta 25 tahun untuk calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wali kota dihitung sejak penetapan yang bersangkutan sebagai calon kepala daerah oleh KPU, bukan saat pelantikan calon terpilih.

Namun Baleg justru menafsirkan hal yang berbeda dari putusan MK itu. Pada RUU Pilkada, Baleg memutuskan ambang batas 6,5 persen sampai paling tinggi 10 persen hanya untuk partai yang tidak memiliki kursi di DPRD.

 

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement