Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Kisah Getir Penjaga Perbatasan NKRI di Natuna

Arie Dwi Satrio , Jurnalis-Senin, 02 September 2024 |05:37 WIB
Kisah Getir Penjaga Perbatasan NKRI di Natuna
Petugas Imigrasi di Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau (Okezone.com/Arie Dwi Satrio)
A
A
A

NATUNA - Menjaga perbatasan Indonesia di pulau terluar bukan perkara mudah. Apalagi harus jauh dari keluarga. Rasa rindu akan orang-orang tercinta kerap menyelimuti hari-hari di tengah pengabdian. Itulah yang dialami petugas penjaga perbatasan NKRI di Natuna, Kepulauan Riau.

Tedy Wibisono misalnya. Pria asal Bandung, Jawa Barat ini harus rela meninggalkan anak dan istrinya demi tugas di Kantor Imigrasi (Kanim) Kelas II Ranai, Kabupaten Kepulauan Natuna.

Hampir lima tahun Tedy mengabdi sebagai penjaga gerbang utara NKRI di Natuna. Ia kini dipercaya sebagai Kepala Seksi Lalu Lintas Izin Tinggal Keimigrasian di Kanim Ranai. Tak seperti pejabat imigrasi daerah perkotaan yang bergelimang kemudahan, Tedy harus menyesuaikan diri dengan segala keterbatasan di pulau terluar Indonesia itu. Tapi, ia setia dengan pengabdiannya.

"Kalau ditanya merah putih atau enggak? Merah Putih sekali pak. NKRI harga matilah pokoknya di sini," kata Tedy saat ditemui di Ranai, Kabupaten Natuna tengah pekan lalu.

Petugas Imigrasi di Natuna memang mengemban tugas cukup berat dibanding daerah lainnya. Mereka harus menyisir puluhan pulau di Natuna. Kadang mereka bergantian untuk berjaga di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Pulau Serasan.

PLBN Serasan merupakan PLBN laut pertama di Indonesia. Meski belum resmi beroperasi, tapi sudah ada petugas Imigrasi yang disiagakan di sana. PLBN Serasan letaknya sangat jauh dari Ranai, Ibu Kota Kepulauan Natuna. Butuh sekitar 10 jam perjalanan laut.

"PLBN aja dari sini (ke Ranai) udah 10 jam, keluarga jauh, apalagi kalau udah denger anak sakit, pasti kita khawatir," tutur Tedy.

Sedikitnya, ada dua petugas Imigrasi yang selalu bergantian tugas selama 21 hari menjaga PLBN Serasan.

PLBN Serasan dibangun karena dekat dengan Laut China Selatan. Tiongkok mengklaim sepihak wilayah perairan Natuna yang menimbulkan ketegangan dengan Indonesia.

Nelayan asing kerap melintas perairan Pulau Serasan, bahkan mencuri ikan di sana. Atas dasar itu, pemerintah kemudian membangun PLBN Serasan.

Bagi Tedy, tak terbesit sama sekali untuk memboyong keluarga kecilnya dari Bandung ke Natuna. Sebab, belum banyak fasilitas yang memadai di Ranai, yang sebenarnya lebih layak disebut desa dibandingkan kota. Penduduknya juga tak ramai.

Perairan Natuna (Okezone.com/Arie DS)

Infrastruktur jalan di Ranai memang cukup bagus, tapi jarang kendaraan lalu lalang. Rumah sakit dan sekolah pun tak banyak. Rinai lebih banyak dihuni pendatang dan nelayan. Sementara, daerah Pulau Natuna lainnya juga masih sangat sepi.

"Karena memang di sini pendidikannya juga kurang memadai, kesehatannya pun sama, jadi kalau kita sakit pun harus dirujuk minimal ke Batam, nah Batam itu kan harus menempuh waktu dan biaya juga," ungkap Tedy.

Satu-satunya obat pelepas rindu Tedy dengan keluarga hanya lewat video call. Untungnya, sinyal beberapa provider di Ranai cukup bagus. Tedy masih bisa berkomunikasi dengan keluarga meski hanya lewat telepon genggam.

"Kecuali kalau ada yang urgent sekali, keluarga sakit, kita enggak bisa setiap saat pulang, karena kan pesawat aja sehari sekali dan itu pun kadang full, kita harus cari hari berikutnya. Apalagi kalau kita ditugaskan di PLBN," beber dia.

Tedy juga tak sungkan menceritakan penghasilannya sebagai PNS Ditjen Imigrasi Kemenkumham di daerah perbatasan. Kata dia, tunjangan petugas Imigrasi berbeda dengan TNI dan Polri di daerah perbatasan.

 

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement