Bahkan, antara tahun 895 sampai 1311 kawasan Jawa Barat diramaikan sewaktu-waktu oleh iring - iringan rombongan raja baru yang pindah tempat. Ayah Sri Jayabupati berkedudukan di daerah Galuh, Sri Jayabupati di Pakuan, tetapi putranya berkedudukan di Galuh lagi.
Dua raja berikutnya yaitu raja Sunda ke-22 dan ke-23 memerintah di Pakuan. Tapi raja ke-24 memerintah di Galuh dan raja ke-25 yaitu Prabu Guru Darmasiksa mula-mula berkedudukan di Saunggalah, kemudian berpindah ke Pakuan.
Putranya Prabu Ragasuci berkedudukan di Saunggalah dan dipusarakan di Taman, Ciamis. Betapa pun repotnya hal itu menurut pandangan kita, namun pengaruhnya positifnya jelas dalam hal pemantapan etnik di Jawa Barat. Di antara Galuh dengan Sunda memang terdapat kelainan dalam tradisi.
Bahkan, ada yang menyebut, Orang Galuh itu seperti orang air, sedangkan orang Sunda itu orang gunung, yang satu memiliki mitos buaya, yang satunya mitosnya harimau. Bahkan, secara tradisi penyemayaman jenazah pun berbeda - beda.
(Arief Setyadi )