JAKARTA – Peristiwa tragis meninggalnya aktivis mahasiswa Soe Hok Gie di puncak Gunung Semeru pada 16 Desember 1969 terus dikenang, meskipun lebih dari lima dekade telah berlalu. Apalagi, di kalangan pendaki dan pencinta alam, kenangan tentang kematian Soe Hok Gie dan rekannya, Idhan Lubis dari Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) tak pernah lekang oleh waktu.
Namun, di balik peristiwa tersebut, ada sosok pemuda bernama Yon Artiono Arba’i yang jarang tersorot. Ia berperan penting dalam proses evakuasi jenazah Soe Hok Gie dan Idhan Lubis. Yon, yang merupakan anggota tim penyelamat dari TMS-7 Indonesia sekaligus bekerja di Kejaksaan Agung RI, memainkan peran penting dalam operasi penyelamatan tersebut.
Dalam buku Soe Hok-Gie... Sekali Lagi: Buku Pesta dan Cinta di Alam Bangsanya, dikisahkan bahwa setelah mendapat kabar dari Letkol Inf Suwandi, Dandim Malang, tentang meninggalnya Soe Hok Gie dan Idhan, Yon bersama Aristides Katoppo langsung bertindak cepat. Aristides merupakan anggota senior dalam pendakian Mapala UI ke Gunung Semeru, terlibat dalam tim bersama Soe Hok Gie, Herman Lantang, Anton Wijana, dan Rudy Badil.
Aristides dan Wiwiek adalah dua orang yang pertama kali melaporkan kecelakaan tersebut. Yon dan Aristides kemudian berangkat ke Pangkalan Udara Abdurrachman Saleh di Malang untuk mengoordinasikan penggunaan helikopter TNI AL sebagai bagian dari operasi penyelamatan.
Yon dan Aristides sempat menggunakan helikopter Mi-4 milik TNI AL untuk terbang di sekitar Gunung Semeru, menyusuri Kali Kamprong dan Gunung Ayek-Ayek, namun usaha untuk mendarat di lokasi jenazah tidak berhasil karena kondisi alam yang tidak memungkinkan.
Meski demikian, relawan dari berbagai organisasi, seperti TMS-7, IPKAb Indrakilla, dan Young Pioneer, turut membantu evakuasi jenazah dari puncak Semeru.Yon Artiono meyakini bahwa penyebab utama kematian Soe Hok Gie dan Idhan Lubis adalah Acute Mountain Sickness (AMS), gangguan kesehatan yang kerap dialami pendaki di ketinggian karena kekurangan oksigen.