JAKARTA - Tokoh militer Indonesia, Laksamana Muda TNI (Purn) Rosihan Arsyad merilis buku berjudul “Indonesia’s Maritime Interest, Cooperation and Capacity Building”. Buku tersebut berisi tentang letak strategis perairan Indonesia dalam mengendalikan jalur komunikasi laut bagi kelancaran ekonomi regional dan internasional.
Dalam buku dijabarkan bagaimana letak strategis perairan Indonesia dalam mengendalikan jalur komunikasi laut bagi kelancaran ekonomi regional dan internasional.
Acara peluncuran buku itu dilangsungkan di Auditorium Perpustakaan Nasional Sabtu 28 September 2024. Buku setebal 103 halaman diterbitkan Lembaga Pembangunan Masyarakat Indonesia (LPMI).
“Indonesia menyadari bahwa perairannya berfungsi sebagai gerbang menuju Asia. Tentu membutuhkan jalur pelayaran aman dari Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin ke Tiongkok, Jepang, dan Korea," tulis Rosihan yang pernah menjabat Kepala Staf Armada Barat Angkatan Laut RI dan menjadi Gubernur Sumatera Selatan ini.
Undang-undang pelayaran baru mengharuskan Indonesia merevitalisasi Penjaga Laut dan Pantai, dan langkah-langkah menuju realisasi ini telah dimulai.
Pria yang pernah memimpin operasi SAR pada kecelakaan Silk Air di Sungai Musi pada 1997 tersebut juga menceritakan tentang latar belakang lahirnya Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla). Kini telah menjadi Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI.
“Indonesia membuat kemajuan signifikan dalam memastikan keselamatan navigasi melalui perairannya. Selain itu, berkomitmen memerangi kejahatan maritim melalui berbagai inisiatif termasuk pembentukan Bakamla” tulis pria kelahiran Bengkulu 29 Juli 1949.
Rosihan mencatat sepanjang periode tahun 1999-2005, sedikitnya terjadi 840 serangan perampokan bersenjata di perairan Indonesia dan Selat Malaka serta Singapura.
Keberadaan Bakamla bukan hanya sebagai “penjaga pantai Indonesia”, melainkan memiliki tugas lebih luas yakni melaksanakan patroli keamanan dan keselamatan. Kemudian menetapkan kebijakan nasional, menyelenggarakan sistem peringatan dini, pengaman, pengawasan, pencegahan, dan penuntutan hukum.
Bakamla juga mengoordinasikan patroli perairan, memberikan dukungan teknis, menawarkan bantuan pencarian dan penyelamatan.
Direktur Eksekutif Institute for Maritime Studies itu juga memberikan saran terhadap pemerintah agar terus meningkatkan kemampuan dan kapasitasnya dalam industri dan fasilitas maritim.
“Saat ini, Indonesia merupakan negara pengimpor minyak, dan diperkirakan pada tahun 2050, Indonesia akan mengimpor sebagian besar minyaknya. Meskipun demikian, Indonesia akan tetap menjadi pengekspor gas, bahan baku, dan barang konsumsi yang signifikan”.
“Selalu ada potensi ancaman terhadap keselamatan dan keamanan navigasi selama pengangkutan barang-barang ini, bersamaan dengan penundaan karena inefisiensi dan fasilitas maritim yang tidak memadai. Indonesia diproyeksikan menjadi mesin
pertumbuhan bagi Asia, meskipun mungkin perlu waktu sebelum Indonesia muncul sebagai ekonomi terkemuka di kawasan ini”.
Selain membahas kondisi perairan di Indonesia, buku “Indonesia’s Maritime Interest, Cooperation and Capacity Building” juga memaparkan tentang pentingnya keamanan Sea Lines of Communication (SLOC. Di perairan Nusantara = Alur Laut Kepulauan Indonesia-ALKI) yang kini menjadi salah satu prioritas utama dalam pemikiran strategis dan pengembangan kebijakan negara-
negara regional.
“Kedaulatan atas pulau-pulau dan klaim maritim yang tumpang tindih merupakan ancaman besar lainnya bagi keamanan SLOC. Ancaman seperti pembajakan, pembajakan maritim, perdagangan narkoba, polusi, dan bencana alam juga membahayakan keamanan SLOC. Bencana alam, seperti banjir, badai tropis, kondisi laut yang parah, dan tsunami, sangat memengaruhi transportasi maritim”, pungkasnya.
(Fetra Hariandja)