Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Jaka Tingkir, Penguasa Pajang yang Dikenal Sakti Mandraguna

Avirista Midaada , Jurnalis-Jum'at, 11 Oktober 2024 |05:39 WIB
Jaka Tingkir, Penguasa Pajang yang Dikenal Sakti Mandraguna
Joko Tingkir yang merupakan Raja Kerajaan Pajang (Foto: Okezone)
A
A
A

KERAJAAN PAJANG, menjadi kerajaan yang didirikan oleh Jaka Tingkir atau yang bergelar Sultan Hadiwijaya. Sebelumnya Jaka Tingkir mengabdi di Kerajaan Demak, hingga akhirnya memiliki beberapa keistimewaan. Konon sang penguasa Pajang ini memiliki kesaktian yang di luar nalar manusia. 

Sosok Jaka Tingkir lahir di Pengging dan masih menjadi misteri. Konon sang ayah bernama Kebo Kenanga alias Andayaningrat. Beranjak dewasa Jaka Tingkir konon pernah belajar pada Kiai Ageng Sela. Ia juga pernah berkenalan dengan seorang tokoh keramat Mataram lainnya, yakni Sunan Kalijaga, yang menasihatinya agar bekerja pada Sultan Demak. 

Jaka Tingkir mengikuti nasehat Sunan Kalijaga itu. De Graaf pada "Puncak Kekuasaan Mataram : Politik Ekspansi Sultan Agung", mengisahkan bagaimana akhirnya Jaka Tingkir muda melamar sebagai tamtama, pengawal pribadi. Keberhasilannya melompati kolam masjid dengan lompatan ke belakang. 

Hal ini dilakukannya tanpa sengaja, karena tiba-tiba ia harus menghindari Sultan dan para pengiringnya memperlihatkan bahwa dialah orang yang tepat, dan ia pun dijadikan kepala pada satuan itu. 

 

Beberapa waktu kemudian satuan ini perlu diperbesar. Seorang calon yang buruk rupa, tidak disukai oleh panglima muda itu. Karenanya, calon itu tidak diuji seperti biasa, yaitu menghancurkan kepala banteng dengan tangan telanjang, melainkan diuji kekebalannya yang disetujui pula oleh yang bersangkutan.

Maka Jaka Tingkir meminta, agar ia memerlukan tusuk konde saja untuk menghancurkan kepala banteng itu. Benar saja, cukup dengan sebuah tusuk konde belaka bagi Jaka Tingkir untuk menembus jantungnya. Alangkah hebat kesaktiannya, tetapi seketika itu juga, hal ini mengakibatkan ia dipecat dan dibuang, betapapun kepergiannya itu menimbulkan rasa sedih yang mendalam pada kawan - kawannya.

Dengan rasa putus asa Jaka Tingkir pulang kembali, dan berniat untuk mati saja. Pada perjalanan pulangnya ketika keputusasaan Jaka Tingkir bertemu dua pertapa yakni Kiai Ageng Butuh dan Ki Ageng Ngerang. Keduanya tidak hanya memberi pelajaran, tetapi juga memberi semangat kepadanya. 

 

Ketika Jaka Tingkir berziarah pada malam hari di makam ayahnya di Pengging, terdengarlah suara yang menyuruhnya pergi ke tokoh-tokoh keramat lain, antara lain Kiai Buyut dari Banyubiru, yang selanjutnya menjadi gurunya. Demikianlah kiai ini memberikan kepadanya azimat, agar ia mendapat perkenan kembali dari Sultan Demak. Perjalanannya kembali ke Demak dilakukannya dengan rakit, yang didukung 40 ekor buaya. 

Setibanya kembali di Demak, Jaka Tingkir menerapkan azimat yang dipelajarinya itu. Alhasil seekor kerbau liar dibuatnya menjadi gila sehingga, selama tiga hari tiga malam para tamtama pun menghancurkan kepalanya, dan bahkan dengan malu terpaksa mengaku kalah. Hanya Jaka Tingkir-lah yang berhasil membunuh kerbau itu, yakni hanya dengan mengeluarkan azimat yang telah dimasukkan ke dalam mulut hewan itu. Setelah itu la mendapatkan kembali kedudukannya di Demak. 

Beberapa waktu kemudian ia kawin dengan putri kelima Raja, dan menjadi Bupati Pajang dengan daerah seluas 4.000 bau. Tiap tahun ia harus menghadap ke Demak, dan negerinya berkembang dengan baik sekali dan di sana ia membangun sebuah istana. Itulah pengalaman Jaka Tingkir sebelum Sultan Trenggana wafat pada 1546, sebagaimana dikisahkan Babad Tanah Djawi. 
 

(Awaludin)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement