Polemik muncul usai Sunan Kudus menunjukkan Arya Pangiri menjadi Raja Pajang, sepeninggal Sultan Hadiwijaya. Ketidakpuasan Pangeran Benawa atas keputusan Sunan Kudus ini yang dianggap kurang tepat.
Apalagi pasca keputusan itu, Kerajaan Pajang kondisinya kian kacau pasca pemerintahan dijabat oleh Arya Pangiri. Konon banyak orang-orang Demak yang datang ke Pajang, setelah adipatinya naik tahta jadi raja Pajang.
Para pendatang dari Demak ini konon membuat masalah di Pajang. Tanah-tanah Pajang yang awalnya sepenuhnya milik warga Pajang, harus dibagi dengan pendatang dari Demak. Raja kemudian membuat kebijakan agar tanah-tanah yang ada sebagian diberikan kepada para pendatang, dikutip dari "Tuah Bumi Mataram : Dari Panembahan Senopati hingga Amangkurat II" tulisan Peri Mardiyono.
Arya Pangiri beranggapan bahwa pendatang Demak juga butuh tempat tinggal dan lahan pertanian. Kebijakan ini membuat rakyat Pajang tidak terima. Gesekan antara warga imigran dengan warga lokal pun semakin keras. Warga Pajang yang dikurangi tanahnya melakukan penentangan terhadap raja.
Konflik semakin memanas ketika sejumlah jabatan di istana Pajang diperuntukkan buat orang-orang Demak. Sebagian rakyat Pajang yang kecewa dengan kebijakan raja yang baru itu kemudian melakukan pemberontakan. Sebagian ada yang berubah menjadi perampok, penyamun, pencuri, dan sejenisnya, untuk membuat Pajang tidak stabil.