Diakui Masyarakat
Proses berkarya Priska perlahan mendapat pengakuan. Banyak pihak yang pada akhirnya tertarik untuk lebih dalam mengenal batik.
Dukungan tersebut membuat Priska bahagia sekaligus dilematis. Ia tak dapat membendung keinginan masyarakat untuk mengenal batik dan mempromosikannya sebagai komoditi yang memiliki nilai jual.
Namun, di sisi lain, bayang-bayang kegagalan usaha yang pernah menghampirinya jadi aral pertama ia menebarkan benih membatik. Dengan kebulatan tekad, dan modal rumah kosong serta bahan membatik senilai Rp700 ribu, ia pun memulai petualangannya mengenalkan batik ke masyarakat.
Sebelum ke titik sekarang, Priska mengajak ke awal perjalanannya yang berjalan lambat. Ia memperkanalkan batik di Kota yang tak terlalu familiar dengan batik. Diketahui, sebelum hadirnya Priska, Kota Singkawang bahkan tak memiliki motif khusus batik.
Sedikit demi sedikit ia memperkenalkan batik. Dari komunitas-komunitas hingga sekolah, baik SD, SMP, SMA dan SLB ia kenalkan pada batik.
Priska bercerita, saat ia memperkenalkan batik di SLB ada salah satu anak didikannya yang meraih peringkat pertama Kompetisi Batik Nasional di Jakarta. Apa rahasianya? Kebebasan! Priska membebaskan anak didiknya untuk berekspresi apapun dan dituangkan dalam media batik.
Maka lahirnya motif Dinosaurus, Ultraman, Monster hingga Alien sebagai wujud ekspresi anak-anak berkebutuhan khusus tersebut.
Membuat Gebrakan, Membuat Kampung Batik
Makin banyaknya warga yang tertarik pada batik, membuat Priska harus melahirkan sebuah sarana. Dibuatlah Wisata Edukasi Batik Ragam Corak Tiga Penjuru. Lahir pada 1 Agustus 2019.
Dinamai tiga penjuru karena Kota Singkawang memang bisa dimasuki lewat tiga titik, ada tiga gerbang utama memasuki kota ini, dan semuanya memiliki kebudayaan yang berbeda.
Gerbang pertama, ada di wilayah Singkawang Timur yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Bengkayang. Di sini, mayoritas penduduknya adalah Suku Dayak. Memperkenalkan batik di wilayah ini, cukup mudah bagi Priska, karena pada dasarnya Suku Dayak terbiasa membuat ornamen yang berbasis ukiran.
Batik yang lahir pun kebanyakan bernuansa tribal dengan corak khas Suku Dayak. Dengan kebebasan yang Priska tanamkan, Kampung Batik di Gerbang Timur melahirkan karya seni dan ladang ekspresi bagi warga sekitar.
Gerbang berikutnya yang Priska masuki adalah Gerbang Selatan. Di sana, warganya terkenal sebagai masyarakat pesisir yang hidup dalam dunia perikanan.
Priska pun memperkenalkan batik sebagai media yang bisa menuangkan ekspresi. Maka lahirlah motif batik dengan corak pesisir yang menggambarkan aktivitas warganya.
Gerbang terakhir adalah wilayah Barat, Priska pun menemukan sesuatu yang unik. Masyarakat urban yang banyak menghuni Singkawang Barat membuat corak batik yang lahir memiliki nuansa yang lebih abstrak dengan filosofis yang mendalam akan kehidupan.
Tiga penjuru ini memiliki arti yang mendalam bagi Priska. Baginya, membuat batik berarti harus meletakan kebebasan pada proses pembuatan coraknya. Maka, tak salah kiranya saat Priska mengkampanyekan slogan yang mengena: Bercerita Lewat Batik.