JAKARTA - Kebakaran hutan menyumbangkan emisi karbon paling tinggi di Indonesia. Menurut data Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK), jumlah emisi karbon akibat hal tersebut mencapai 924.853 Gigaton CO2 ekuivalen.
Kepala Sub Kelompok Kerja Pengembangan Data Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Imam Setyo Hartanto, mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki cadangan gambut yang sangat besar, mencapai 57 gigaton.
Cadangan gambut ini menjadi aset penting yang harus dijaga dengan baik untuk mencegah risiko kebakaran gambut. Kebakaran pada lahan gambut tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga melepaskan sejumlah besar karbon ke atmosfer, yang dapat memperparah pemanasan global.
Selain itu, Imam menjelaskan gambut memiliki kemampuan luar biasa dalam menyerap karbon. Menurut dia, gambut memiliki kemampuan hingga 20 kali lebih besar dibandingkan dengan hutan tropis biasa dalam menyerap karbon. Oleh karena itu, perlindungan dan pengelolaan gambut yang berkelanjutan menjadi kunci penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim.
Untuk mencegah kebakaran gambut, Imam menyebutkan bahwa ada tiga langkah utama yang dilakukan. Tiga hal itu adalah rewetting, revegetasi dan revitalisasi.
Upaya terpadu ini menjadi langkah strategis untuk menjaga ekosistem gambut yang kaya karbon, sekaligus mencegah dampak buruk yang ditimbulkan dari kerusakan lahan ini.
“Rewetting atau membasahi lahan gambut kuncinya di tata air. Kalau gambut kering bisa mengeluarkan Co2 dan gas-gas lain yang mudah terbakar,” ujar Imam dalam diskusi Green Collabs kerja sama Katadata Green dengan FISIP Universitas Indonesia, di Kampus UI, Depok, Jawa Barat.