JAKARTA - Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan, akan memeriksa empat tersangka kasus pagar laut Tangerang pada Senin 24 Februari 2025. Mereka diperiksa dalam kasus pemalsuan dokumen sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di wilayah pagar laut.
Keempatnya yakni, Kepala Desa (Kades) Kohod, Sekretaris Desa (Sekdes) Kohod, dan dua penerima kuasa berinisial SP dan CE. "Saat ini, kita sudah melaksanakan upaya paksa, yaitu berupa pemanggilan tersangka," kata Djuhandani di Mabes Polri Jakarta Selatan, Jumat (21/2/2025).
Namun, Djuhandani belum bisa memastikan apakah keempat tersangka itu akan memenuhi panggilan penyidik atau tidak. Ia hanya memastikan bahwa surat panggilan pemeriksaan sudah diberikan penyidik kepada para tersangka.
"Kemarin kami panggil, sekarang tiga hari sebelumnya harus kita sampaikan panggilan ini. Semoga hari Senin datang," katanya.
Sebelumnya, Djuhandani mengungkap bahwa penetapan keempat tersangka itu dilakukan setelah pihaknya gelar perkara, terkait kasus pemalsuan dokumen SHGB dan SHM di wilayah perairan Tangerang dengan mencatut identitas milik warga Desa Kohod.
"Hari ini, menetapkan saudara A selaku Kades Kohod, saudara UK selaku Sekdes Kohod, saudara SP selaku penerima kuasa dan saudara CE selaku penerima kuasa, kita telah sepakat tetapkan sebagai tersangka," kata Djuhandani di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa 18 Februari 2025.
"Hari ini, telah dilakukan gelar perkara di mana kita sudah mengumpulkan berbagai alat bukti terkait permasalahan tersebut. Kemudian, dari hasil gelar perkara, dalam kesempatan ini kami, seluruh penyidik dan seluruh peserta gelar telah sepakat menentukan 4 tersangka," katanya.
Mereka, kata Djuhandani, terbukti terlibat dalam pemalsuan dokumen SHGB dan SHM terkait kasus Pagar Laut Tangerang, Banten. Bahkan, ada pengakuan warga Kohod yang mengatakan bahwa identitasnya dicatut untuk pemalsuan tersebut.
"Di mana, 4 tersangka ini adalah kaitannya dengan seperti kemarin saya sampaikan bahwa itu adalah masalah terkait masalah pemalsuan surat, dokumen untuk permohonan hak atas tanah," katanya.
Djuhandani mengatakan, para tersangka memalsukan surat dokumen dengan motif ekonomi. Namun, pihaknya belum bisa memastikan jumlah keuntungan yang didapatkan dari tindak pidana itu.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 263 KUHP atau Pasal 264 KUHP dan atau Pasal 266 KUHP, juncto Pasal 55-56 KUHP.
(Arief Setyadi )