Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Kisah Raden Wijaya Kabur dengan Perahu dari Tanah Jawa

Avirista Midaada , Jurnalis-Senin, 24 Februari 2025 |08:00 WIB
Kisah Raden Wijaya Kabur dengan Perahu dari Tanah Jawa
Kisah Raden Wijaya Kabur dengan Perahu dari Tanah Jawa (Foto Ilustrasi/Freepik)
A
A
A

PERAHU menjadi sarana Raden Wijaya dan sisa pasukannya kabur dari tanah Jawa. Menantu dari Raja Singasari ini kabur dari kejaran Jayakatwang usai menghancurkan Istana Singasari dan membuat seluruh pejabatnya tewas seketika. Pemberontakan itu memang mengejutkan seluruh istana dan rakyat Singasari, termasuk Raden Wijaya.

Raden Wijaya yang masih muda dan minim pengalaman kala itu diperintahkan oleh mertuanya menghadapi serangan Jayakatwang. Padahal ia tak tahu seberapa kekuatan lawannya, sehingga ketika kalah perang dan terpaksa kabur ke arah uțara Singasari atau kini menuju kawasan Pasuruan.

Saran dari pengikut setianya Lembu Sores menjadi awal pelarian panjang nan menantang Raden Wijaya dari Singasari. Ia harus beberapa kali mengendap-endap dan memastikan jalur pelariannya aman, sebagaimana dikutip dari buku "Menuju Puncak Kemegahan : Sejarah Kerajaan Majapahit" dari sejarawan Prof. Slamet Muljana.

Ketika pelarian itulah, Raden Wijaya singgah di sebuah dusun bernama Dusun Pandak. Konon Raden Wijaya singgah di Dusun Pandak. Di situ ia diterima dan dijamu oleh ketua desa yang bernama Macan Kuping dengan buah kelapa muda dan si patih. 

Raden Wijaya terharu menerima sambutan ramah tamah itu. Kemudian ia bermaksud melanjutkan perjalanannya sebagaimana dikutip dari "Menuju Puncak Kemegahan : Sejarah Kerajaan Majapahit". Di situlah salah satu pasukan andalannya bernama Gadjah Pagon terlalu letih akibat lukanya pada paha, tidak dapat ikut serta.

Ia ditinggalkan di Dusun Pandak, disembunyikan di tengah ladang. Makan minumnya dijaga setiap hari oleh para penghuni desa. Raden Wijaya meninggalkan dusun Pandak menuju Dataran. Dari situ lalu naik perahu menuju Madura.

Pada Kakawin Pararaton, Dusun Pandak tidak disebut, yang disebut ialah Datar. Dalam hal ini boleh dikatakan ada persesuaian berita antara Pararaton dan Kidung Panji Wijayakrama. Lempengan tembaga yang terdapat di gunung Butak di daerah Majakerta yang dikeluarkan oleh raja Kertarajasa Jayawardana, yakni nama abiseka Raden Wijaya, pada tahun Saka 1216 atau tahun Masehi 1294 sebagian telah diterjemahkan oleh ahli bahasa kuno Belanda Dr. Brandes. Sebagian lagi sudah diterbitkan dalam Oud Javaansche Oorkonden. 

Baik dalam terjemahan Dr. Brandes maupun dalam piagam yang belum diterjemahkan itu tidak terdapat nama dusun Pandak. Piagam itu sekarang terkenal dengan namanya piagam Kudadu. Piagam itu menceriterakan, rasa terima kasih raja Kertarajasa kepada ketua Dusun Kudadu yang pernah menerimanya dengan ramah tamah waktu ia singgah di dusun tersebut dalam perjalanannya ke Madura. 

 

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement