Belum lagi konstruksi bangunan di dalam masjid dengan empat pilar utama di ruangan ibadah utama tampak bahwa masjid ini bukan masjid baru yang dibangun. Meski secara keseluruhan konstruksi lebih modern.
Kini, masjid ini tak persis lagi di tepi Sungai Bengawan Solo, sebab masih ada beberapa bangunan dan jalan memisahkannya dengan sungai. Tapi secara keselurahan jarak antara masjid dan sungai hanya sekitar 100 meteran.
Ketua Takmir Masjid Jami' Nurul Huda Cangaan, Abdul Hakim mengakui, masjid tertua ini telah mengalami renovasi pemugaran beberapa kali sehingga kesan tuanya hampir hilang. Beberapa faktor salah satunya terjangan banjir yang kerap melanda, membuat masjid terpaksa direnovasi dan diremajakan
"Memang masjid ini tertua di Bojonegoro. Usianya lebih dari 1847 M atau 1262 H. Jadi tulisan 1262 H di daun pintu merupakan renovasi ketiga dari waktu berdiri awalnya masjid. Tapi ini sudah beberapa kali direnovasi karena terkena banjir itu," ungkap Abdul Hakim, ditemui iNews Media Group.
Menurutnya, Masjid Jami Nurul Huda ini didirikan oleh bagian Kerajaan Mataram Islam asal Solo yakni Ki Ageng Wiroyudo. Ki Wiroyudo demikian nama akrab beliau, yang kemudian berganti nama menjadi Abdul Hamid, usai pergi haji, kabur dari Kerajaan Mataram lantaran wilayah kerajaan diserang Belanda dan ia pun melarikan diri menelusuri Sungai Bengawan Solo hingga terdampar di Desa Piyak, Kecamatan Kanor.
"Jadi dari cerita nenek moyang dahulu Mbah Buyut Wiroyudo dengan nama Ki Ageng Wiroyudo ini kabur dari Mataram karena dikejar Belanda. Naik perahu bersama pasukan lainnya dan terdampar di Desa Piyak. Lalu setahun di Piyak, pindah ke sini (Cangaan)," terangnya.