Kata dia, MK dalam praktiknya berpegang pada prinsip hukum dan keadilan yang dianut secara universal yakni ‘null-us commodum capere potest de injuria sua propria (tidak seorang pun boleh diuntungkan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukannya sendiri dan tidak seorang pun boleh dirugikan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain)’.
Prinsip inilah, lanjut Irawan, yang digunakan MK dalam menjatuhkan berbagai putusan seperti hitungan ulang, pemungutan suara ulang hingga diskualifikasi pasangan calon.
Namun dalam Pilkada Barito Utara, sambungnya, kedua pasangan calon diberikan sanksi diskualifikasi. Sedangkan KPU Kabupaten Barito Utara selaku Pihak Termohon diberikan sanksi dan diperintahkan untuk melakukan pemungutan suara ulang.
"Artinya, para pihak yang terlibat dalam sengketa tersebut dalam pandangan MK telah melakukan penyimpangan dan pelanggaran," jelas Irawan.
"Mau tidak mau dan suka tidak suka, apa yang diputus oleh MK harus dianggap benar dan dilaksanakan sesuai dengan prinsip hukum hukmu al-hakimi ilzamun wa yarfa’u al-khilaf (putusan pengadilan mengikat dan menghilangkan perbedaan) atau putusan MK mengakhiri sengketa hasil pemilihan Barito Utara (res judicata pro veritate habetur)," sambungnya.