JAKARTA - Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaefudian memastikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pendidikan dasar sembilan tahun wajib diselenggarakan tanpa pungutan biaya di semua jenis sekolah, baik negeri maupun swasta, akan dimasukkan ke dalam Rancangan Undang-Undangan (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). RUU akan memperkuat landasan hukum putusan MK tersebut
"Kami ingin memastikan semua anak, tanpa melihat latar belakang ekonomi atau jenis sekolahnya, mendapat jaminan pendidikan dasar yang benar-benar gratis,” kata Hetifah dalam keterangannya, Jumat (30/5/2025).
Hetifah juga mengingatkan pentingnya solusi pembiayaan yang adil bagi sekolah swasta yang selama ini menjadi mitra strategis negara.
"RUU Sisdiknas akan memberikan ruang bagi diferensiasi skema pendanaan, di mana sekolah swasta berbiaya rendah dapat menerima subsidi penuh dari negara. Sementara sekolah swasta premium tetap dapat memungut biaya tambahan secara terbatas dengan pengawasan," ujarnya.
Ketua Panja RUU Sisdiknas ini menjelaskan sekolah swasta premium adalah sekolah yang dikelola pihak swasta. Sekolah tersebut menawarkan standar pendidikan yang sangat tinggi, baik dari segi kualitas pengajaran, fasilitas, maupun lingkungan belajar.
Sekolah jenis ini biasanya ditujukan untuk kalangan menengah ke atas. Biaya pendidikannya jauh lebih tinggi di banding sekolah swasta biasa atau sekolah negeri.
Kriteria umum yang sering ditemukan pada sekolah swasta premium mencakup: kurikulum bertaraf internasional, fasilitas lengkap dan modern, pengajar berkualifikasi internasional atau lulusan luar negeri, penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar, serta berbagai program pengembangan diri seperti robotik, coding, debat, public speaking, seni, hingga pertukaran pelajar dan lingkungan belajar multikultural.
Nantinya RUU Sisdiknas juga memperjelas interpretasi belanja pendidikan yang selama ini masih multitafsir. Komisi X DPR RI bersama Panja RUU Sisdiknas menekankan bahwa 20% anggaran pendidikan yang dijamin oleh Pasal 31 Ayat 4 UUD 1945, harus dihitung dari total belanja negara, bukan pendapatan.
"Langkah ini penting untuk mencegah risiko pemotongan anggaran seperti yang pernah diusulkan dalam RAPBN 2024. Pendidikan tidak boleh dikompromikan,” tegasnya.
RUU ini juga akan memastikan bahwa alokasi anggaran tersebut didistribusikan langsung ke sektor-sektor strategis pendidikan secara transparan dan terukur, termasuk ke daerah-daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), pendidikan inklusif, dan pembiayaan program Wajib Belajar 13 Tahun.
Saat ini, tutur dia, RUU Sisdiknas berada pada tahap finalisasi naskah akademik dan rancangan RUU oleh Panja, yang akan segera disampaikan untuk harmonisasi di Badan Legislasi DPR RI dan disahkan sebagai RUU Inisiatif DPR. Setelah itu, akan dilanjutkan dengan Pembahasan Tingkat I bersama Pemerintah.
“Komisi X membuka ruang partisipasi publik. Semua pemangku kepentingan pendidikan: guru, orang tua, organisasi profesi, mahasiswa, akademisi, dan masyarakat sipil kami undang untuk memberi masukan agar RUU ini benar-benar menjawab kebutuhan bangsa,” pungkasnya.
(Fetra Hariandja)