SUNAN Giri merupakan salah satu Wali Songo dan penyebar Islam yang berpengaruh di Tanah Jawa. Di balik ketokohannya, tersimpan kisah masa mudanya yang sarat makna. Raden Paku, nama asli Sunan Giri, ternyata merupakan santri unggulan dari Sunan Ampel, pendiri Pesantren Ampel Denta di Surabaya, Jawa Timur.
Dalam buku Sunan Giri karya Umar Hasjim, dikisahkan sejak usia 11 tahun, Raden Paku yang waktu itu masih dikenal dengan nama Joko Samodra sudah menunjukkan kesungguhan dalam mencari ilmu. Ia diantarkan ibu angkatnya, Nyai Gede Pinatih, dari Gresik ke Surabaya untuk belajar langsung kepada Raden Rahmat atau Sunan Ampel.
Awalnya, Joko Samodra rela bolak-balik Gresik Surabaya setiap hari hanya untuk mengaji. Namun, ketekunan dan semangatnya membuat Sunan Ampel tersentuh, lalu memintanya tinggal di pesantren. Dari sinilah perjalanan intelektual dan spiritual Raden Paku dimulai.
Pesantren Ampel kala itu dikenal sebagai pusat pendidikan Islam yang sangat disegani. Sunan Ampel tak hanya mengajarkan ilmu agama, tapi juga membentuk karakter dan kepemimpinan para santrinya.
Joko Samodra tumbuh menjadi santri cerdas dan tekun, bahkan disebut lebih unggul dari teman-teman seangkatannya. Suatu malam, Sunan Ampel melihat cahaya terang memancar dari tubuh salah satu santri yang sedang salat tahajud. Untuk menandainya, ia mengikat ujung sarung santri tersebut.
Keesokan harinya, saat ditanya siapa yang merasa sarungnya terikat, Joko Samodra mengangkat tangan. Momen tersebut menjadi titik balik—Sunan Ampel meyakini bahwa pemuda ini memiliki keistimewaan.
Setelah menyelidiki lebih jauh, Sunan Ampel teringat pesan dari sepupunya, Syeikh Maulana Ishak, yang pernah menitipkan seorang anak sebelum kembali ke Samudra Pasai. Dari Nyai Gede Pinatih, diketahui bahwa Joko Samodra adalah anak kandung Syeikh Maulana Ishak.
Sunan Ampel pun mengganti nama Joko Samodra menjadi Raden Paku, sesuai dengan wasiat ayahnya. Sejak saat itu, Raden Paku mendapat bimbingan langsung dari Sunan Ampel dalam berbagai ilmu, mulai dari Fikih, Tauhid, hingga tafsir Al-Qur’an.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, Raden Paku mendirikan Pesantren Giri di Gresik, yang kemudian dikenal dengan nama Giri Kedaton. Tempat ini menjadi pusat dakwah Islam yang berpengaruh, tidak hanya di Jawa, tetapi juga di kawasan Nusantara seperti Kalimantan, Sulawesi, hingga Nusa Tenggara.
Sebagai Sunan Giri, ia memainkan peran strategis dalam penyebaran Islam melalui jalur pendidikan, pemerintahan, dan diplomasi budaya. Kepemimpinannya juga dikenal bijaksana dan moderat, menjadikan Giri sebagai simbol kekuatan Islam yang mencerahkan.
(Arief Setyadi )